Kisah Terjadinya Alam Semesta.



CERITERA PANDAGIAN (PAMAGIAN)

Adalah diceriterakan bahwa seorang anak gadis bernama Pandagian, ketika ia sudah remaja puteri, kebiasaannya pada tiap-tiap malam sesudahnya matahari terbenam, pergilah ia ketempat pemujaan dimana orang2 sekampung menyanyi : ,,Mawinson”. Pada tiap-tiap malam ketika semua orang telah kembali kerumahnya masing-masing tinggallah Pandagian seorang diri dan Mawinson sendirian. Apabila Pandagian hendak kembali kerumahnya pada larut malam, maka ia memuja dan menyanyilah Pandagian dengan perkataan-perkataan ini : ,, Opo Empung eh, tembone aku marages Niko ey”. Artinya : ya Tuhan tiliklah akan saya yang selalu memuja dikau. Perkataan-perkataan ini diucapkannya dan dinyanyikannya berpuluh-puluh kali, sesudahnya itu baru ia kembali kerumahnya.

Pada suatu malam yang telah larut benar-benar, kembalilah Pandagian kerumahnya karena ia sudah lelah dan mengantuk. Ketika dia tiba dirumah ibu bapaknya, didapatinya bahwa tangga rumahnya telah diangkat sehingga  tak sempat lagi Pandagian naik kerumah itu, lalu berserulah ia katanya : o ibu dan bapakku, turunkan kiranya tangga rumah supaya saya dapat naik. Permintaan itu dijawab oleh ibu bapaknya dengan perkataan ini : ,,Pergilah engkau menumpang tidur dirumah saudaramu lelaki yang sulung”. Pandagian pun pergilah kerumah saudaranya itu meminta menumpang tidur disitu, pun ia mendapat jawaban : ,, engkau pergilah kerumah paman kita”. Dirumah pamannya, ia disuruh pergi menumpang tidur mak mudanya. Disitu pula pandagian mendapat jawaban menyuruh ia pergi tidur dirumah neneknya. Disini pula ia mendapat jawaban yang lebih pedih, sebab neneknya menyuruh ia pergi tidur di tempat anjing. Pandagian menyahut : ,, ya nenekku, jikalau sekiranya saya tidur ditempat petiduran anjing-anjing, tentu saja akan disengat oleh kutu-kutu anjing”. Jawab neneknya : ,,Apabila engkau tiada senang tidur ditempat petiduran anjing-anjing, baiklah engkau pergi tidur ditempat babi-babi”. Jawab Pandagian : ,,Apabila saya tidur ditempat babi-babi tentu saya didorong dan digigit oleh babi-babi itu”. Akhirnya kata neneknya : ,,Jika demikian pergilah engkau tidur dengan kambing-kambing.

Kata Pandagian pula : Ya nenekku tentu kambing-kambing itupun akan menanduk saya”. Adapun pada malam itu Pandagian sudah mengetahui bahwa tak ada tangga lagi dari kaum kerabatnya yang akan diturunkan untuk ia naik kerumah, dan tiada seorangpun diantara mereka yang akan memberi tempat untuknya. Kemudian kembalilah ia ketempat Mawinson, dan disanalah ia mulai menyanyi pula serta memuja Tuhan dengan permintaan supaya Tuhan sempat turun kebumi. Sementara Pandagian menyanyi-nyanyi dan memuja Tuhan, sekonyong-konyong didengarnya bunyi desir sebuah kursi pikulan yang turun dihadapannya, lalu segeralah Pandagian duduk diatas kursi itu. Hari telah subuh, sinar terang telah tampak disebelah timur, maka Pandagian yang telah duduk diatas kursi itu mulai bergerak sebagai ditarik arah kelangit perlahan-lahan, sehingga banyak sempat orang melihat dan berkata-kata pada Pandagian. 

Pun ibu bapaknya, saudara-saudara dan keluarganya telah datang menengok keatas arah Pandagian, sambil mereka berseru-seru : ,,Kembali apalah hal gadis yang manis, kembali apalah hai anak kesayangan, maka kami akan membuat macam-macam ramaian dan persembahan, kami akan membeli Sembilan ekor babi kantong (besar benar), dan Sembilan ekor laka parangan (ayam jantan besar-besar), seraya sajikan hati hewan persembahan itu untuk makananmu”. Maka atas seruan dan perjanjian-perjanjian itu Pandagian menjawab katanya : ,,Ya Tuhan yang maha kuasa, angkatlah dan bawalah saya kiranya kerumahmu dan kesingasanaanmu karena sekalian kaum kerabatku telah menolak saya masuk rumahnya”.

Makin lama makin tinggilah Pandagian itu diatas udara, akhirnya ia meludahkan sepah pinang sambil berkata : ,,Bahwa sepah pinang ini kuberikan kepada kamu ; ambillah segempal tanah dimana sepah pinang ini jatuh, lalu simpan dan jaga baik-baik, sebab itulah menjadi tanda kenang-kenangan kamu kepada saya”. Beberapa saat kemudian lenyaplah Pandagian dari pandangan mereka.
                
Kata yang empunya ceritera.

Ketika Pandagian tiba di singasana Tuhan, segeralah ia disuruh mandi dan membersihkan dirinya, sesudah itu Pandagian menerima dari Tuhannya sebutir telur yang sangat putih warnanya, maksudnya supaya Pandagian boleh menjadi putih seperti warna telur itu.


Kemudian Pandagian disuruh oleh Tuhannya berturut-turut hingga Sembilan kali mengambil contoh warna telur itu, akhirnya jadilah demikian. Kemudian pula Pandagian mendapat sebuah tikar tempat tidur, yang terbuat dari sejenis daun yang biasa dipakai membungkus makanan. Ketika Pandagian sudah tidur nyenyak dan betul-betul mendapat warna seperti telur yang putih dan berkilau-kilauan, maka kuasa Tuhan jadilah yaitu tubuh Pandagian sebagai dipotong-potong lalu dihamburkan berkeliling seluas langit, sedangkan matanya telah menjadi matahari, amonya (inamonya) atau paras mukanya menjadi bulan, dan bagian-bagian tubuhnya yang demikian banyak itu telah menjadi perbintangan.

0 komentar:

Posting Komentar