Tataney Tou Ase Serap Wangko

Kumeli-Keli Se Tou Makaento Asi Serap Wangko Ung Mator Wentel, Mindo Wentel, Tumembur Im Bentel, Wo Sila Si Mumper Ase Tampa Kapelian.

Owak Sama Se Apo Ta Wo

Sapakem Se Teteir Makaento Ase Tou Winentelan, Wo Sila Si Maka Timboy Wentel.

Em Poporak Ung Nowak Kapute Mateleb

Se Wentel Anio Papaken Ne Tou Elur Sama Kaporak Owakna Kapute Se Lumelepad Ma Teleb, Sapakem Si Wentel Anio Sa U Ca Kiitan Sama Mema Sia Pakua Ila Madiara.

Walian Wangko Tu'a Tumompaso Andiorwo

Puser Im Pe Mentelan Eng Kanaramen An Tana Tumompaso Situm Eng Kukuwa Ila Walian Wangko Tu'a. Mangaley, Rumeindeng Wo Mapangila Kamang Ase Amang Kasuruan Wangko An Tana Minahasa

Eng Katimboy-Timboy Tou Em Bentel

Pakasa Tou Matimboy Wentel Caka Pilaan Em Palalin Ila, Se Apo Maka Teir Eng Nowak Ila Wo Mengiit-Ngiit Sila Maya Mabisake.

Tanda dan Larangan Untuk Beberapa Tanaman


Kayu
a.         Penebangan
•             saat ditebang bulan tidak dalam keadaan muncul disiang hari (serap).
•             pada saat penebangan kayu tersebut tidak berdaun muda (malulun).
•             tidak pada kondisi masih pagi dan berembun (ngelu).
b.        Pemanfaatan
Kayu yang dipersiapkan sebagai bahan banguan rumah jika dipakai harus diberi tanda antara ujung dan dasar kayu sehingga pada proses penggunaannya ujung kayu harus berada diatas dan dasar kayu harus berada dbawah.
c.             Perlawanan
Jika keterangan diatas dilawan kayu tersebut akan cepat sekali bersisik, keropos, dan cepat membusuk
d.        Arti dan maknanya
Hal ini diidentikan dengan ilmu perbintangan tanpa ada unsur takhayul.

Bambu
a.         Penebangan
•           Bambu  yang diambil harus lurus dan tua (tember) ciri dari tanda ini bambu tersebut dari ujung sampai dasar bambu sudah mengeluarkan daun dan tidak dibungkus lagi kulit mudanya (kusaba) atau paling tidak bambu tersebut sudah mulai kelihatan kuat dan keras (kalimbenganam).
•           Saat ditebang bulan tidak dalam keadaan muncul disiang hari (serap).
•           Pada saat penebangan kayu tersebut tidak berdaun muda (malulun).
•           Tidak pada kondisi masih pagi dan berembun (ngelu).
•           Bambu  yang tidak putus ujungnya (posok).
b.         Penggunaan/ pemaanfaatan.
Pada penggunaan dalam hal apa saja ujung bamboo harus selalu berada dibagian atas dan dasar bamboo selalu berada dibagian bawah. Dalam kondisi tertentu jika direbahkan/ ditempelkan pada dinding rumah atau dijadikan lantai rumah harus disusun secara bergantian antara ujung dan dasar bambu.
c.          Perlawanan
Jika keterangan diatas dilawan kayu tersebut akan cepat sekali bersisik, keropos, dan cepat membusuk
d.         Arti dan maknanya
Hal ini diidentikan dengan ilmu perbintangan tanpa ada unsur takhayul.

3          Pisang
a.         Penebangan
•           Jangan bersentuhan langsung dengan tanah
•           Dipotong pada saat bulan bagus (disiang hari tidak ada bulan)
b.         Penggunaan/ pemaanfaatan.
Setelah ditebang pisang hendaknya di gantung dan jangan sekali-kali kontak langsung dengan tanah atau ada benda lain yang menimpanya.
c.         Perlawanan
Jika keterangan diatas dilawan maka pisang tersebut walaupun sudah tua jika ditebang pada saat yang tidak tepat akan tidak masak, berbiji didalam, ataupun bisa cepat membusuk.
d.        Arti dan maknanya
Hal ini diidentikan dengan ilmu perbintangan tanpa ada unsur takhayul.

Permainan Tempurung


Permainan tempurung ini sangat berbeda dengan permainan yang sejenis didaerah lain, permainan ini adalah asli dari Minahasa. Awalnya permainan ini disebut ‘Mera Takoy’. Mera Takoy mungkin untuk anak-anak pedesaaan zaman dahulu nama itu bukan nama yang asing. Bahkan anak-anak pedesaan sangat fasih bermain permainan sederhana ini. Akan tetapi saat ini, sangat jarang ditemui anak-anak yang memainkan permainan tempurung ini, Bahkan mungkin banyak anak yang tidak mengetahui bagaimana bentuk permainan tempurung ini.

Banyak manfaat yang bisa diambil dari ‘Mera Takoy’ ini. Diantaranya memberikan kegembiraan pada anak, mengasah kreativitas anak serta melatih motorik halus dan motorik kasar anak. Selain itu, ‘Mera Takoy’ juga melatih semangat anak dan mengajarkan anak untuk dapat memanfaatkan bahan di sekitar.

1
Mamingkir
=
Tempurung dilemparkan dengan kaki sementara si pelempar membelakangi sasarannya
2
Mangombo
=
Melompat dengan tempurung yang ditempatkan ditengah-tengah betis
3
Mangomper
=
Tempurung ditaruh diatas mata kaki lalu dilemparkan
4
Manusuk
=
Tempurung didorong dengan jari kaki
5
Mangopit
=
Tempurung dipegang dengan jari kaki lalu dilemparkan
6
Mamopo
=
Tempurung ditempatkan dilutut lalu dilemparkan
7
Mameko
=
Tmpurung dijepit dibelakang lutut lalu dilemparkan
8
Maneinteng
=
Tempurung diletakkan diatas kepala untuk dikenakan pada tempurung sasaran
9
Mangalaus
=
Tempurung digulingkan supaya tepat mengena tempurung sasaran
10
Mamentir
=
Dengan membalik muka tempurung dipegang dengan tangan lalu dikenakan pada sasarannya
11
Mamola
=
Tempurung dipegang dengan tangan lalu dikenakan kepada tempurung sasaran dengan mata terpejam


Kisah Terjadinya Alam Semesta.



CERITERA PANDAGIAN (PAMAGIAN)

Adalah diceriterakan bahwa seorang anak gadis bernama Pandagian, ketika ia sudah remaja puteri, kebiasaannya pada tiap-tiap malam sesudahnya matahari terbenam, pergilah ia ketempat pemujaan dimana orang2 sekampung menyanyi : ,,Mawinson”. Pada tiap-tiap malam ketika semua orang telah kembali kerumahnya masing-masing tinggallah Pandagian seorang diri dan Mawinson sendirian. Apabila Pandagian hendak kembali kerumahnya pada larut malam, maka ia memuja dan menyanyilah Pandagian dengan perkataan-perkataan ini : ,, Opo Empung eh, tembone aku marages Niko ey”. Artinya : ya Tuhan tiliklah akan saya yang selalu memuja dikau. Perkataan-perkataan ini diucapkannya dan dinyanyikannya berpuluh-puluh kali, sesudahnya itu baru ia kembali kerumahnya.

Pada suatu malam yang telah larut benar-benar, kembalilah Pandagian kerumahnya karena ia sudah lelah dan mengantuk. Ketika dia tiba dirumah ibu bapaknya, didapatinya bahwa tangga rumahnya telah diangkat sehingga  tak sempat lagi Pandagian naik kerumah itu, lalu berserulah ia katanya : o ibu dan bapakku, turunkan kiranya tangga rumah supaya saya dapat naik. Permintaan itu dijawab oleh ibu bapaknya dengan perkataan ini : ,,Pergilah engkau menumpang tidur dirumah saudaramu lelaki yang sulung”. Pandagian pun pergilah kerumah saudaranya itu meminta menumpang tidur disitu, pun ia mendapat jawaban : ,, engkau pergilah kerumah paman kita”. Dirumah pamannya, ia disuruh pergi menumpang tidur mak mudanya. Disitu pula pandagian mendapat jawaban menyuruh ia pergi tidur dirumah neneknya. Disini pula ia mendapat jawaban yang lebih pedih, sebab neneknya menyuruh ia pergi tidur di tempat anjing. Pandagian menyahut : ,, ya nenekku, jikalau sekiranya saya tidur ditempat petiduran anjing-anjing, tentu saja akan disengat oleh kutu-kutu anjing”. Jawab neneknya : ,,Apabila engkau tiada senang tidur ditempat petiduran anjing-anjing, baiklah engkau pergi tidur ditempat babi-babi”. Jawab Pandagian : ,,Apabila saya tidur ditempat babi-babi tentu saya didorong dan digigit oleh babi-babi itu”. Akhirnya kata neneknya : ,,Jika demikian pergilah engkau tidur dengan kambing-kambing.

Kata Pandagian pula : Ya nenekku tentu kambing-kambing itupun akan menanduk saya”. Adapun pada malam itu Pandagian sudah mengetahui bahwa tak ada tangga lagi dari kaum kerabatnya yang akan diturunkan untuk ia naik kerumah, dan tiada seorangpun diantara mereka yang akan memberi tempat untuknya. Kemudian kembalilah ia ketempat Mawinson, dan disanalah ia mulai menyanyi pula serta memuja Tuhan dengan permintaan supaya Tuhan sempat turun kebumi. Sementara Pandagian menyanyi-nyanyi dan memuja Tuhan, sekonyong-konyong didengarnya bunyi desir sebuah kursi pikulan yang turun dihadapannya, lalu segeralah Pandagian duduk diatas kursi itu. Hari telah subuh, sinar terang telah tampak disebelah timur, maka Pandagian yang telah duduk diatas kursi itu mulai bergerak sebagai ditarik arah kelangit perlahan-lahan, sehingga banyak sempat orang melihat dan berkata-kata pada Pandagian. 

Pun ibu bapaknya, saudara-saudara dan keluarganya telah datang menengok keatas arah Pandagian, sambil mereka berseru-seru : ,,Kembali apalah hal gadis yang manis, kembali apalah hai anak kesayangan, maka kami akan membuat macam-macam ramaian dan persembahan, kami akan membeli Sembilan ekor babi kantong (besar benar), dan Sembilan ekor laka parangan (ayam jantan besar-besar), seraya sajikan hati hewan persembahan itu untuk makananmu”. Maka atas seruan dan perjanjian-perjanjian itu Pandagian menjawab katanya : ,,Ya Tuhan yang maha kuasa, angkatlah dan bawalah saya kiranya kerumahmu dan kesingasanaanmu karena sekalian kaum kerabatku telah menolak saya masuk rumahnya”.

Makin lama makin tinggilah Pandagian itu diatas udara, akhirnya ia meludahkan sepah pinang sambil berkata : ,,Bahwa sepah pinang ini kuberikan kepada kamu ; ambillah segempal tanah dimana sepah pinang ini jatuh, lalu simpan dan jaga baik-baik, sebab itulah menjadi tanda kenang-kenangan kamu kepada saya”. Beberapa saat kemudian lenyaplah Pandagian dari pandangan mereka.
                
Kata yang empunya ceritera.

Ketika Pandagian tiba di singasana Tuhan, segeralah ia disuruh mandi dan membersihkan dirinya, sesudah itu Pandagian menerima dari Tuhannya sebutir telur yang sangat putih warnanya, maksudnya supaya Pandagian boleh menjadi putih seperti warna telur itu.


Kemudian Pandagian disuruh oleh Tuhannya berturut-turut hingga Sembilan kali mengambil contoh warna telur itu, akhirnya jadilah demikian. Kemudian pula Pandagian mendapat sebuah tikar tempat tidur, yang terbuat dari sejenis daun yang biasa dipakai membungkus makanan. Ketika Pandagian sudah tidur nyenyak dan betul-betul mendapat warna seperti telur yang putih dan berkilau-kilauan, maka kuasa Tuhan jadilah yaitu tubuh Pandagian sebagai dipotong-potong lalu dihamburkan berkeliling seluas langit, sedangkan matanya telah menjadi matahari, amonya (inamonya) atau paras mukanya menjadi bulan, dan bagian-bagian tubuhnya yang demikian banyak itu telah menjadi perbintangan.

Kontak Saya



Hubungi Admin IGM Blogger
**** For Advertisement & Premium Service Only ***








IGM Disclaimer

IGM Disclaimer - Privacy Policy - Terms of Use

Rahasia kekuatan magis suku Minahasa telah terbukti dibeberapa pulau besar di Indonesia misalnya di jaman colonial Belanda dahulu, kesempurnaan kekuatan ilmu demikian masih tetap hidup hingga sekarang.

Konten yang terkandung dalam blog adalah hanya sebagai informasi atau gambaran umum.
Segala isi Posting di website ini tidak ditujukan sebagai suatu nasihat profesional ajakan atau terlebih untuk menghidupkan kembali kebudayaan tua yang pernah ada terutama menyangkut Ilmu Hitam.

Namun segala isi konten ini hanya ditujukan untuk menulis serta menyusun kembali sejarah dan pengalaman budaya para pelaku dan pemerhati ilmu gaib di Minahasa.

Isi konten didalam website ini juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis serta penelusuran di berbagai tempat atau daerah di Indonesia serta pengamatan online di website lain.

Pembaca dapat meminta nasihat secara profesional dari pihak lain yang lebih berkompeten sesuai dengan keinginan yang dihadapi.

Ada beberapa isi konten didalam yang tidak boleh di praktekan sendiri tanpa di dampingi pihak berkompeten, karena isi tulisan dengan bahasa Tountemboan Ma kele’I sengaja oleh penulis di buat samar dan kurang lengkap sehingga hanya sampai dikonsumsi untuk di baca saja.

Menyebarluaskan serta menarik keuntungan dari semua isi konten di dalam harus seijin penulis dan dapat disampaikan melalui Email: ilmugaibminahasa@gmail.com.

Admin IGM Bloger tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dari blog ini.

Kutipan atau copas dari posting di blog ini WAJIB mencantumkan link sumber atau
http://ilmugaibminahasa.blogspot.co.id/




BE''TENG ASE TOU PAKASA


Hakekatnya Ilmu Gaib adalah pengetahuan tentang segala yang tidak kelihatan (rahasia alam dsb), dimana gaib identik atau sama dengan mistik. Sedangkan pengertian mistik menurut @_Wikipedia adalah berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Web ini bukan dimaksudkan untuk menghidupkan kembali  sesuatu kekuatan yang sebagian orang dianggap kekuatan jahat namun terlebih besar dimaksudkan sebagai bagian sejarah dari praktek      kekuatan magis yang pernah ada di Minahasa sejak dahulu hingga kini. Segala konten yang dimuat dan rahasia terbesar dari kekuatan magis suku Minahasa masih dirahasiakan yang hanya diketahui penulis dan sang sumber baik praktisi maupun pemilik kekuatan magis tersebut.


Rahasia kekuatan magis suku Minahasa telah terbukti dibeberapa pulau besar di Indonesia misalnya di jaman colonial Belanda dahulu, kesempurnaan kekuatan ilmu demikian masih tetap hidup hingga sekarang. Satu hal terbesar kekuatan ilmu Minahasa adalah sangat praktis, tidak sulit bahkan sangat sempurna. Kiranya halaman ini dapat memberikan sesuatu wawasan dan informasi yang berguna untuk anda.      

Pengrajin Pakaian


Seperti telah dijelaskan dalam bagian lain dari tulisan ini, maka jelaslah dalam jaman minaesa ini, sudah ada Tonaas-Tonaas yang telah memiliki keahlian-keahlian spesialisasi seperti Tonaas Maulang dengan keahlian pemintalan benang dari serat kayu, kemudian lebih meningkat dengan adanya keahlian menenun serat dan membuat kain oleh Tonaas Tombarian ; maka dengan itu pakaian, perhiasan, dan kelengkapaanya mengalami perkembangan yang pesat. Sebagai hasil pengrajin suku Minahasa disebut kain Bentenan, (Bentenan adalah nama sebuah tempat yang terdapat disebelah timur Minahasa sekarang masuk wilayah kecamatan Belang)

Dalam buku “DECORATIVE ART IN INDONESIAN TEKSTILES” hasil karya dari LANGEWIS dan FRITS WAGNER dijelaskan bahwa teknik menenun kain bentenan adalah termasuk dalam golongan tenunan ikat. Motif hiasan pada kain dibuat berdiri dalam deretan memanjang, sehingga bila kain direntangkan memanjang akan Nampak gambar manusia dalam posisi berdiri. Walaupun tak ada penjelasan tentang motif ini, tetapi sesuai penjelasan berbunyi : “Saya memberanika diri untuk memberi pendapat, bahwa motif manusia itu adalah seorang wanita karena ada dua titik yang menyerupai buah dada pada motif manusia tersebut dan dikepalanya ada kembang goyang, dengan telinga yang tak berbentuk setengah lingkaran, tetapi mencuat kesamping, seolah-olah ingin menggambarkan anting-anting yang disebut INTOI PATOLA.


Kembang goyang disebut Ginerungan. Gerung = kembang. Kain tenunan ini sudah hilang sama sekali, kecuali tinggal sebagai bahan studi perbandingan untuk usaha modernisasi pakaian Minahasa

Tonaas Dan Pakaiannya (Kaenem)


Perhiasan Dan Kelengkapannya.
Berbicara mengenai perhiasan dan kelengkapan pakaian sehari hari pada masa ini dapat dikatakan bahwa belum seberapa dibandingkan dengan masa masa yang berikutnya (lihat gambar 10). Dan kalaupun ada yang memakainya, masih dalam keadaan yang sederhana, karena diambil dari bahan-bahan yang ada disekitar mereka seperti biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan ataupun dari bulu-bulu binatang. Kecuali untuk acara-acara tertentu perhiasan dan kelengkapan pakaian untuk pria dan wanita sudah mulai bervariasi seperti untuk upacara adat dan keagamaan. Pakaian penari dari Tonaas antara lain :

Pakaian Tonaas
Pada masa ini Tonaas maupun Walian menggunakan perhiasan sebagai pelengkapan pakaian mereka berupa kalung bersusun yang didapat dari tumbuh-tumbuhan (biji) serta dua buah selendang yang masing-masing diikatkan pada lengan kiri dan lengan kanan. Dan selanjutya pada kepaladiikatkan lagi sehelai pita dari kain. (lihat gambar 9).
Untuk kaum wanita perhiasannya lebih banyak dan lebih rumit dibandingkan dengan pria. Karena dari arti nama-nama tua dari Minahasa dan dari beberapa bunyi syair maengket telah disebutkan perhiasan-perhiasan wanita dari logam mulia (emas). Nama-nama asli perhiasan wanita suku bangsa Minahasa yang masih dikenal sampai sekarang adalah :
1. Kelana yang berarti cincin atau gelang dari emas.
2. Ginontalan berarti Medalion.
3. Intoi Patola artinya anting-anting dari emas.
4. Wentel artinya gelang dari tembaga atau kuningan.
5. Garing berarti gelang dari gading atau tulang.
6. Ringkit berarti gelang emas.
7. Komansilan adalah gelang dari akar bahar.
8. Kining artinya lonceng = bel kecil dari kuningan.
9. Reget artinya bel kecil dari tembaga. (lihat gambar 8, 10).

Selanjutnya untuk nama-nama dari busana wanita adalah sebagai berikut :
1. Sosolong Ginerungan adalah seperangkat pakaian wanita yang berhiaskan bunga-bungaan atau           diberi motif bunga.
2. Dampaniuw artinya selendang halus yang dibuat dari kain.
3. Rerembet artinya stagen atau kain untuk pengikat pinggang/ perut.
4. Porong Kahu artinya topi dari emas.

Selanjutnya untuk perlengkapan kaum pria adalah :
  • Topi / porong-nimiles.
Topi ini dibuat dari kain yang ditenun sendiri oleh suku Minahasa yaitu tenunan Bentenan. Motifnya diambil dari gambar relief kuburan batu (waruga) yang dilukis kembali (dikutip) oleh Doktor Hetty Palm dalam bukunya ‘’ANCIENT ART OF THE MINAHASA’’. Porong ini berbentuk kain ikat. Nimiles berarti diputar.
Cara memakainya :
Dilingkarkan mengelilingi kepala diatas daun telinga, kemudian disimpulkan pada sebelah kanan dan sisanya dibiarkan terurai. Lihat gambar 11.
· Porong Tonaas Wuaya
(Tonaas Mamuis). Lihat gambar 12.
Porong atau topi ini terdiri dari :
1. Bulu ayam jantan, tangkai bulu ayam dengan dua ngala.
2. Bulu cendrawasih (empat buah) yaitu dua disebelah kiri dan dua disebelah kanan).
3. Motif tangkai padi.
4. Ular putih, hijau dan hitam.
5. Empat buah bunga terompet dll.
  • Ikat Pinggang
Ikat pinggang pria Minahasa disebut Wentel, yang terbuat dari tembaga, pada bagian depan dari wentel ini diberi hiasan naga yang dibuat dari tembaga. Selain itu ada juga yang terbuat dari kulit ular patola yang membentuk mahkota dibagian depannya.
  • Santi Oki
Sebagai pelengkap busana kaum pria Minahasa adalah Pa'i Teke atau Santi Oki atau Belati berukuran kecil.
  • Sompoy
Sompoy merupakan sejenis saku atau tas kecil yang dililitkan melintang dari bahu kanan dan tergantung pada bagian kiri lewat pinggang.
  • Alas Kaki
Pada jaman ini sudah mulai dikenal pengalas kaki walaupun masih dibuat dari kulit kayu yang dianyam menyerupai tali kemudian dilingkarkan pada pergelengan kaki sampai dibetis.
  • Tongkat
Tongkat pada masa ini terbuat dari kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga berkepala dengan motif ular naga. Tongkat yang dibuat dengan kepala ular naga dari emas disebut Teken (lihat gambar 8).

Waraney Dan Pakaiannya (Kalima)


Pakaian Para Waraney
Pakaian Penari (Waraney Wanita).
Seperti pakaian upacara, maka pakaian untuk penaripun sudah dikenal, walaupun bahan-bahan dan kelengkapannya masih sederhana dan diambil dari bahan-bahan disekitarnya. Namun tak dapat disangkal bahwa ada yang sudah diambil dari bahan yang dibawah oleh pendatang misalnya bahan kain ataupun modelnya sudah mulai berobah. Macam-macam pakaian penari yang dikenal masa itu seperti berikut :

Busana Penari Tombarian
(Waraney Wanita). Lihat Gambar 8.
Busana dari tarian ini sudah lama sekali menghilang dari tanah Minahasa. Diperkirakan tarian ini menghilang sejak masyarakat suku Minahasa berubah dari masyarakat yang Matriarchat (mengikuti hukum keibuan) kebentuk masyarakat Patriarchat (mengikuti hukum kebapakan).
Tarian ini adalah semacam tarian yang ditarikan oleh prajurit-prajurit wanita, karena tarian adalah semacam tari perang, pada masa suku bangsa Minahasa diperintah oleh seorang Walian wanita. Hal ini dijelaskan oleh beberapa penulis bangsa eropa yang menulis bahwa tarian ini ada ketika pada masa pemerintahan dari pemimpin-pemimpin wanita yang berkedudukan sebagai Walian Wangko. Namun data-data/ keterangan dari seragam tarian ini memang sedikit sekali ditulis. Jenis tarian ini sebenarnya masih ditarikan secara pribadi oleh orang-orang tertentu yakni menari-nari sambil berputar-putar sambil memegang ujung kain dengan tangan kiri. Sehingga kelihatannya tarian ini bukan lagi tarian, tapi sudah semacam bela diri oleh kaum wanita terhadap ilmu hitam dari kaum pria. Perkembangan dari busana Kawasaran wanita ini begitu cepat menghilang, karena sangat erat hubungannya dengan kedudukan dan status wanita dalam masyarakat. Dan diperkirakan waraney-waraney wanita masih bertahan sampai memasuki abad ke-14.
Kemudian memasuki abad ke-18 jenis tarian ini berkembang lagi secara individual yaitu hanya ditarikan oleh beberapa orang wanita tua yang masih menguasai ilmu bela diri, karena tarian ini bersifat tarian bela diri.
Adapun nama-nama kelengkapan pakaian dari penari Tombarian yang masih dapat dicatat adalah yang ditemukan dari arti nama-nama Minahasa dalam buku karangan Sam Woley dan J. Pangemanan. Kemudian gambar-gambar dari model busananya masih sempat ditulis oleh seorang penulis bangsa barat bernama Hetty Palm dalam bukunya ‘’Ancient Art Of The Minahasa’’, misalnya : Porong Kahu (porong = topi, kahu = emas). Jadi Porong Kahu artinya topi yang terbuat dari emas. Saying bentuknya tak ada lagi atau tidak diketahui lagi, karena perhiasan dari emas hilang pada jaman Spanyol maupun jaman Belanda.

Busana Penari Kawasaran Pria.
Sama halnya Tombarian untuk wanita, maka Kawasaran inipun adalah tarian perang yang ditarikan oleh pria. Pemimpin dari tarian perang Kawasaran ini bernama TUMUTUSUK (Tumutu = disengaja berulang-ulang kali, tusuk = petunjuk).
Pemimpin ini menggunakan dua buah paruh burung yakni yang satu terdapat dibagian depan dan satunya lagi dibelakang. Pada bahunya terdapat hiasan kain merah bersulam disebut Sasolong. Didadanya terdapat (memakai) penutup dada terbuat dari tembaga tipis yang disebut Karaisengkau. Dahulunya diduga ada baju dari tembaga asli dan pada jaman Spanyo mereka memakai baju dari besi buatan Spanyol.
Tumutusuk ini dikawal oleh dua orang pemain tombak yang disebut Patuusan, yaitu masing-masing ahli dalam mengobati luka karena senjata tajam dan yang seorang lagi disebut Lelean, yaitu ahli dalam pengetahuan dari leluhur dan ahli upacara adat.
Para prajurit sebelum berangkat berperang terlebih dahulu dibuatkan satu upacara adat, untuk menguji kekebalan atau kesaktian berperang dari setiap prajurit. Caranya adalah dengan jalan diperhadapkan antara satu dengan yang lainnya, kemudian saling mengadu kekuatan atau kelincahan masing-masing. Dan kepada mereka yang ternyata belum cukup tangguh menghadapi lawannya akan dimandikan oleh Tonaas-Walian tertentu untuk menambahkan keberanian serta kekebalan terhadap kesaktian yang merupakan syarat mutlak dari setiap prajurit perang.

Untuk memulai permainan, maka para penari Kawasaran harus menghafal sampai 20 (dua puluh) jenis aba-aba antara lain :
1. Masaruan (berhadapan).
2. Gokgok u Santi (goyang senjata).
3. I yayat u santi (angkat senjata sambil berteriak).
4. Sumoi soi (mundur).
5. Malingkawitan (tukar tempat).
6. Kumontak (melompat Jauh).
7. Lumionda (menari).
8. dan sebagainya..

Tarian Kawasaran ini selain ditarikan untuk latihan berperang juga ditarikan untuk kesempatan acara sebagai berikut :
a. Pemberian penghormatan kepada tamu negeri dan hingga kini masih tetap berlaku.
b. Upacara mengusir musibah karena penyakit.
c. Mengawal jenasah para pimpinan negeri pada upacara pemakaman.
d. Mengawal Pengantin.
e. Mengawal upacara Tonaas dan Walian di Watu Pinawetengan dan Watu Tumotowa.

Selain ditarikan pada upacara-upacara tersebut diatas tarian Kawasaran juga dimainkan dalam upacara tahun baru. Dalam upacara ini tarian Kawasaran disebut Mahsasauh karena dalam suasana gembira. Penari Kawasaran ini terdiri dari pria yang dilengkapi dengan pakaian adat perang dengan jumlah yang tak terbatas. (lihat gambar. 6a, 6b).

Pakaian Minahasa (Kaepat)


JENIS PAKAIAN,PERHIASAN DAN KELENGKAPAN

Dalam abad yang ke-13 dan 15 Masehi yakni pada jaman Minaesa perkembangan pakaian Minahasa dapat dikatakan mengalami peningkatan yang pesat dengan adanya pengaruh-pengaruh dari bangsa-bangsa luar. Yakni diketahui bahwa jaman tahun 650-1000 M pakaian sangat sederhana dan jenisnyapun masih sangat kurang.

Pakaian Sehari-hari
Pakaian Wanita
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Mengenai pakaian khususnya pakaian wanita sudah mulai ada perubahan,walaupun bahannya masih tetap dari kulit kayu. Untuk pakaian bagian atas mereka memakai semacam kebaya yang mereka namakan WUYANG.Yaitu kemungkinan dari bahasa Malayu Manado ialah fungsi berarti kulit kayu atau pakaian kulit kayu. Warn dari kulit kayu ini adalah coklat.
Disamping dari bahan yang dibuat dari kulit kayu mereka sudah mengenal kain yang bahannya dibuat dari serat dan kapas. Merekapun sudah mulai mengenal pakaian untuk dipakai sebagaigaun atau blus yang mereka kenal dengan nama Paslongan Rinietan.Sedang nama tenunan adalah tenunan Bentenan.
‘Kain Bentenen’ditenun dengan ikat fungsi terdiri dari tiga bagian yang disambung; ragam hias jalur-jalur warna merah kecoklatan,biru abu-abu dengan ragam hias berwarna asli benag dengan bentuk meander dan bentuk kait,berasal dari Minahasa’(direktorat Permuseum dan Direktorat Jendral Kebudayaan Depertemen pendidikan dan kebudayaan,Brosur Pameran Keliling seni Tenun Nusantara di Manado.Kantor Wilayah Depertemen Pendidikan dan kebudayaan Sulawesi Utara cq. Bidang PSK 1980,hal 9 (lihat gambar).
Cara menenun ini diajarkan oleh Tonaas Tombarian yaitu Tonaas yang ahli khusus untuk membuat kain dari serat/kulit/kayu,disamping itu mereka sudah mengenel tenunan kain bentenan yang mereka pakai untuk rok.

Pakaian Pria
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Tidak berbeda dengan pakaian wanita,pakaian untuk priapun mulai berkembang sejalan dengan kemajuan yang tercapai saat itu .Sehingga kalau dulunya badan atas belum diberi penutup atau tinggal terbuka,ini mereka sudah memakai semacam baju yang lurus-lurus tidak memakai lengan dan mereka sebut karei. Warnanya hitam diambil dari warna ijuk.selanjutnya gaun atau blus yang di sebut Pasolongan Rinegetan ini berkembang lagi,sehingga kemudia mereka mulai mengenal baju/kemeja dengan lengan panjang dan diberi nama baniang.Dapat diberi kerah,boleh jugan tanpa kerah.Baniang ini memakai saku pada bagian bawah sebelah kiri dan sebelah kanan. Ada kalanya bagian kiri atas juga diberi saku.
b. Pakaian untuk badan bagian bawah
Untuk pakaian badan bagian bawah inipun mulai berkembang yakni kalau dulunya mereka hanya memakai semacam cidako, maka sekarang secara bertahap mulai diganti oleh celana, mulai dengan bentuk yang pendek sampai lutut, kemudian bergantian dengan celana panjang sampai ditumit. Modelnya masih sangat sederhana (seperti model piama). (lihat gambar 4).

Pakaian Upacara.
Dalam menjalankan upacara-upacara adat ataupun upacara keagamaan lainnya seperti tersebut diatas, bahwa semua itu dilaksanakan oleh orang-orang tertentu yang mereka namakan Tonaas-Tonaas dan Walian-Walian dan ada pula yang disebut Waraney-Waraney (pimpinan perang).
Untuk pakaian dari Tonaas-Tonaas ini terdiri dari baju yang panjang sama dengan pakaian pendeta sekarang. Sekarang disebut Toga (lihat gambar 5). Selain dari pakaian Tonaas yang disebutkan diatas mereka juga mengenal pakaian untuk berperang dan pakaian menyambut tamu (petor). Lihat gambar 6a, 6b.
Pakaian berperang yang dipakai oleh Waraney = suraro = prajurit hampir menyerupai dengan pakaian Kawasaran, yang pada topi diberi atau dilengkapi dengan/ditata dengan bulu dari ekor ayam jantan yang panjang dan mereka menyebutnya Pantou. Selanjutnya dilengkapi dengan peralatan berperang seperti tombak dan pedang.
Gadis Bantik.
Pakaian upacara untuk wanita gadis Bantik ini sangat rumit sekali. Dibuat dari benang (serat) dari koffo, yaitu sejenis pisang. ‘kain koffo ini terbuat dari benang pisang, benang pakan tambahan berwarnacoklat muda membentuk ragam hias bidang-bidang persegi empat dengan motif bunga. Seluruh permukaan dihias bidang segi empat terdapat motif kait, ikal pucuk pakis dan gigi belakang berasal dari pulau sangir. (Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Brosur Pameran Keliling Seni Tenun Nusantara di Manado, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara, cq. Bidang PSK, Manado, 1980 Hal. 7). Mereka memakai sarung (kaeng) dan dilengkapi dengan tenunan lain dibahu kiri. Selanjutnya pada pergelangan tangan mereka memakai gelang warna hitam yang terbuat dari kerang raksasa. Kemudian tangan kiri memegang nyiru (sosiru) atau wulolong (bakul) yang berisi jagung. Ini menggambarkan kekayaan dari si pemakai. (Lihat gambar 7)

Pakaian Minahasa (Katelu)


PERKEMBANGAN PAKAIAN ADAT TRADISIONAL SUKU BANGSA MINAHASA DARI TAHUN 1300-1500 MASEHI (ZAMAN MINAESA)

Seperti diketahui maka zaman ini adalah merupakan zaman yang cukup bersejarah bagi suku bangsa minahasa,karena dalam kurun waktu ini diadakan Musyawarah Besar.Sesuai dengan informasi serta dihubungkan dengan ceramah dari bapak Bert Supit dan cerita-cerita lama, maka dicatat beberapa hal antara lain : Amanat Sang Pemimpin”yang dalam cerita tua,disebut NUWU I TU’A, yang dikumandangkan oleh Tonaas Wangko bernama Kamang Kala atau Muntu Untu ketika diadakan Musyawarah Besar TERSEBUT (PAESAAN IN DEKEN WANGKO). Musyawarah Besar diadakan setelah Nuwu I Tua dikumandangkan ini adalah untuk mengadakan penyebaran dari anak-anak Toar-Lumimuut yang dilaksanakan sesuai dengan Nuwu I Tu’a. Tempat mengadakan Musyawarah Besar adalah di Watu Pinawetengan, sebagai tempat dikumandangkan Nuwu I Tu’a yang diikuti oleh semua pemimpin dan pemuka-pemuka masyarakat ketika itu. Sebagai hasilnya adalah suatu kesepakatan untuk penyebaran dari anak-anak Toar Lumimuut yang sudah mulai padat ditempat yang pertama .

Disampingkan dari penyebaran juga diadakan pembagian wilayah yang terlebih dimateraikan dengan sumpah adat, sebagaimana telah diuraikan pada bagian lain dari tulisan ini. Menurut ceritera tua walaupun mereka masih primitive tetapi mereka sudah memiliki ahli-ahli tertuntu yang mereka sebut Tonaas-tonaas seperti :
1. Tonaas Maulang adalah Tonaas yang ahli memintal benang secara khusus dari kulit kayu.
2. Tonaas Tombarian ialah dengan keahlian membuat pakaian.
3. Tonaas Kekereten adalah khusus mendengar bunyi burung (ketika itu burung berbunyi ada maksud      tertentu yang hendak disampaikan
4. Tonaas Porong adalah ahli khusus membuat topi.

Juga di samping ahli-ahli ini ada juga pemimpin-pemimpin upacara adat mereka beri nama WALIAN, yang banyak dijabat oleh kaum wanita, Legenda Minahasa mengakui bahwa Walian yang pertama di Minahasa dijabat oleh seorang wanita yang bernama Karema.

Pakaian Minahasa (Karua)


PENGRAJIN PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Tidak berbeda dari jenis-jenis pakaian, yang dikemukakan diatas dan sejalan pula dengan gaya hidup mereka yang sangat sederhana dan primitive, maka dapatlah dikatakan bahwa pengrajin (pembuat) pakaian, perhiasan dan kelengkapan tradisionalnya yang professional dibandingkan dengan saat ini belum ada. Karena pakaian pada saat ini masih sangat sederhana dan diambil dari bahan-bahan yang terdapat disekitar mereka dan oleh mereka sendiri.

BAHAN DAN PROSES PEMBUATANNYA.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa seirama dengan kesederhanaan mereka dalam berpakaian maka bahan pakaianpun masih sangat sederhana yang diambil dari alam sekitar mereka. Demikianpun cara membuatnya masih sangat primitive dibandingkan dengan jaman jaman berikutnya.
Bahan yang digunakan sebagai bahan pembuat pakaian ketika itu adalah sebagai berikut :
1. Kulit Kayu.
Bahan pakaian yang diambil dari kulit kayu ini diambil dari semacam pohon yang mereka sebut pohon Lahendong dalam bahasa latinnya disebut “ sponia spesies”.
Proses (cara membuatnya) :
Pada mulanya kalit kayu tersebut dikupas dari batangnya, kemudian dipukul-pukul hingga kita memperoleh serat-serat yang dapat dijadikan pakaian dengan membentuknya demikian rupa untuk dapat dipakai menurut kebutuhan. Dapat dipakai oleh wanita maupun pria.
2. Lumut.
Bahan pakaian yang dapat dijadikan pakaian dari lumut ini diambil dari pohon-pohon dihutan sekitar mereka yang biasanya bergantungan diatas-atas pohon.
Proses (cara membuatnya) :
Setelah diambil diatas pohon lumut tersebut dijemur hingga kering. Setelah kering baru dibentuk sesuai keinginan pemakai baik wanita atau pria.
3. Ijuk.
Ijuk adalah sejenis bahan dari tumbuhan yakni dari pohon enau yang dikenal oleh suku bangsa Minahasa sebagai pohon saguer (karena jenis pohon ini adalah tempat mereka menyadap minuman khas Minahasa yang disebut saguer).
Proses (cara membuatnya) :
Sebagaimana diketahui pohon ini memoliki ijuk yang terdiri dari lidinya yang agak kasar dan tajam dan bagian yang halus yang dapat diambil dan dibuat tali.
Sebagai bahan pakaian maka ijuk yang diambil ini dipisahkan dari lidinya, karena yang dijadikan pakaian adalah bagian yang halus. Sedangkan bagian yang kasar (Berupa lidi) dibuang. Hasil inipun dapat dijadikan sebagai pakaian untuk pria dan wanita.
4. Daun Woka (sejenis palm).
Jenis bahan lain yang dapat dijadikan pakaian, adalah sejenis pohon berdaun lebar, sehingga daunya dapat langsung dipakai. Jenis daun ini tidak terlalu panjang proses pembuatannya sehingga dapat langsung dipakai. Kecuali untuk pakaian wanita selain dapat langsung dipakai, dapat juga menganyamnya lebih dahulu baru dapat dijadikan pakaian.

RAGAM HIAS DAN ARTI SIMBOLIK PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Seperti telah dikemukakan pada bagian lain dari tulisan ini bahwa suku bangsa minahasa pada saat itu masih sangat sederhana dalam berpakaian,baik dilihat dari bahan dan cara membuatnya,maka ragam hias dan arti simbolik bagi mereka,pada dasarnya belum dikenal.Ragam hias dikenal nanti pada kira-kira tahun 1300’Masehi.

FUNGSI PAKAIAN, PERHIASAN, DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Walaupun suku bangsa Minahasa pada waktu itu masih sangat primitive dalam hal berpakaian,mereka sudah menyadari akan fungsi pakaian sebagai pelindung badan atau tubuh dari gigitan binatang,melindungi badan dari keadaan udara dingin maupun panasari dan lebih dari pada itu adalah untuk menutupi bagian tubuh yang vital.
Mengenai fungsi perhiasan dan kelengkapan tradisionalnya,sama halnya dengan ragam hias dapat dikatakan tidak ada data yang dapat memberikan keterangan dari informan maupun dari kepustakaan yang ada.

Pakaian Minahasa


PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL
         
        A. Minahasa
Perkembangan Pakaian Adat Tradisional Suku Bangsa Minahasa Tahun 650-1000 Masehi.

Ditinjau dari stratifikasi social, suku bangsa Minahasa pada dasarnya tidak mengenal tingkatan social dalam masyarakat, sehingga jenis-jenis pakaian menurut tingkatan social tidak ada. Struktur kehidupan masyarakat suku bangsa Minahasa, dikenal sebagai struktur masyarakat demokratis religious, karena tidak mengenal adanya raja. Hal ini dilaporkan oleh dua orang Padre Katolik berbangsa Spanyol yang pernah menyelidiki tanah Minahasa dalam abad yang ke enam belas sebagai berikut :

- Surat laporan dari Padri Blas Palomino, Manado 8 Juni 1619 :
“Het bestuur is er gemeenschappelyk want ofschoon zy data an enige hebben te vertrouwd, toch gehoorzamen zy niet wanneer het hun niet bevalt”.
Artinya : pemerintahan ada dan dijalankan secara bersama-sama meskipun itu telah dipercayakan kepada beberapa orang namun mereka tidak akan menurut jika tidak sesuai dengan keinginan mereka.
- Surat laporan dari Padri Juan Tronto, Manila 4 Agustus 1645 :
“zy hebben noch koning, noch heer, een ieder was heer in zyn eigen huis volgde zyn eigen wil”
Artinya : mereka tak punya raja atau dipertuan, setiap orang adalah tuan dirumahnya sendiri, mereka merelahkan diri untuk diperintah, tetapi tidak dalam semua hal.
Menyimak akan hal-hal yang telah disebutkan diatas maka lebih jelas bahwa stratifikasi social atau penggolongan masyarakat menurut martabat atau keturunan ningrat dalam masyarakat suku bangsa Minahasa tidak ada, kecuali berdasarkan kemampuan material yang dapat dijangkau oleh seseorang atau keluarganya. Karena itu maka tak ada perbedaan pakaian adat tradisional pada dasarnya untuk semua orang sama, kalau ada beda hanyalah terletak pada kemampuan dan cara seseorang untuk memilih bahan pakaiannya ataupun perhiasan dan kelengkapan lainnya.

1. JENIS PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPANNYA.

Asal mula dari pakaian adat Minahasa adalah seumur dengan nenek moyang suku Minahasa itu sendiri yang diduga datang dari benua asia yaitu dari suku Mongol. Mereka datang secara berbondong bonding dan secara bergelombang ke Indonesia khuauany kedataran Minahasa yang dimulai dengan Toar Lumimuut, sebagai leluhur bangsa Minahasa. Hal mana ditandai dengan monument Watu Pinawetengan yang menurut Riedel dan Graffland didirikan pada sekitar tahun 600-1000 M di jaman Megalitikum (kebudayaan batu besar).
Dari sinilah munciul kebudayaan berpakaian dari suku bangsa Minahasa, walaupun pada mulanya sangat sederhana dan sangat minim. Jenis jenis pakaian pada saat itu :

1.1 Jenis Pakaian Sehari-hari.
Pakaian Wanita.
a. Pakaian untuk badan bagian atas.
Sebagai penutup badan untuk bagian atas, mereka memakai semacamgaun atau blus, yang mereka sebut Pasolongan Rinegetan. “Pasolongan Rinegetan adalah tenunan kain sarung dengan ragam hias ikat lungsi hitam, coklat, biru dan putih. Membentuk ragam hias geometris bintang, kait yang terletak pada jalur-jalur besar dan kecil, pinggir kain diberi genta-genta kecil” berasal dari Minahasa. (Direktorat Permuseuman, Direktorat jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Brosur Pameran Keliling Seni Tenun Nusantara di Manado Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara cq. Bidang PSK, Manado, 1980 hal.12). Modelnya lurus kebawah dengan leher berbentuk segi tiga dan tidak memakai lengan. (lihat gambar 1).
b. Pakaian untuk penutup badan bagian bawah.
Tidak berbeda dengan pakaian bagian atas badan, pakaian inipun sangat sederhana, yaitu berupa rok yang lurus dari pinggul, panjangnya sampai dibetis (bandingkan dengan kain sarung. Untuk memakainya mereka memakai akat pinggang atau ban dipinggang. (lihat gambar 2)

Pakaian Pria.
a. Pakaian untuk badan bagian atas.
Seirama deengan cara hidup mereka yang masih sangat sederhana, maka badan pria bagian atas masih belum tertutup atau dengan kata lain ditinggalkan terbuka.
b. Pakaian untuk penutup badan bagian bawah.
Untuk menutupi badan bagian bawah mereka memakai semacam cidako dan sangat sederhana. Bila mereka bepergian keluar rumah, mereka melengkapinya dengan pisau yang disebut piso = pa’I = pahagi.

Pakaian Untuk Remaja/ Anak.
Untuk hal ini dapat dikatakan belum ada perbedaan dan pada dasarnya sama untuk smua umur.
1.2. Pakaian Upacara.
Yang dimaksud dengan pakaian upacara dalam jaman ini adalah untuk upacara-upacara yang menjurus kepada pelaksanaan adat dan masih bersifat animism. Dan dapat dikatakan belum ada perbedaan yang menyolok antara pakaian sehari-hari dengan pakaian upacara tersebut.
1.3. Pakaian Penari.
Sama halnya dengan pakaian upacara maka pakaian inipun belum ada data yang jelas dari bentuk atau modelnya pada jaman ini.   (bersambung)..


angin


Angin dikenal pula dengan nama Re’ges, merupakan suatu nama dewi dalam cerita lisan masyarakat. Re’ges banyak dijadikan sumber kekuatan karena hal ini juga dia dianggap sebagai suatu roh juga dijadikan media pengantar bagi berbagai macam kekuatan supra natural. Ada empat kekuatan angin sesuai mata angin yaitu;

Re’ges un amoko, angin dari arah barat ini dianggap mempunyai berbagai macam kekuatan baik dan jahat.
Kekuatan baik;
Angin dari arah inilah yang memberikan kehidupan dan menyetujui manusia leluhur pertama minahasa yaitu Lumimuut untuk mengandung dan memiliki anak.
Angin dari arah barat ini pula yang mengizinkan Toar dan Lumimuut untuk menetap di tanah minahasa.
Kekuatan jahat;
Angin yang muncul di akhir tahun dan pada saat tertentu dengan kencang dianggap akan mendatangkan bencana, hal ini sering disebut a’waat.

Re’ges un ameko, angin dari arah selatan ini biasanya dikatkan dengan sang dewa dari selatan yang bernama ‘Tumepi’, dia akan muncul sekitar pertengahan tahun dan dijadikan pertanda akan datangnya kemarau panjang, dan diharapkan semua orang dapat segera bercocok tanam untuk mengantisipasi langkanya sumber makanan.

Re’ges un amonge, angin yang muncul dari arah utara ini bermakna akan datangnya badai yang sangat dahsyat disertai tanah longsor.


Re’ges un amico, angin yang muncul dari arah timur ini sering dikaitkan akan adanya sumber kekuatan para pemimpin negeri saling menentang karena kurangnya perhatian dan ucapan syukur yang dipanjatkan pada sang pencipta.

Air


Air merupakan sarana penting bagi kehidupan manusia. Air juga sering dinamakan Rano bagi masyarakat Tumompaso. Dalam tradisi lisan penguasa air adalah dewa Rumoyong Porong yang diberikan kekuasaan oleh Opo Wailan dengan kekuatan yang besar dan sebagai mitra langsung untuk mengawal kehidupan manusia. Banyak kepercayaan yang berkembang hingga saat ini yang dikaitkan dengan air, terutama sebagai media pengantar antara alam roh dan manusia. Diantaranya;

Sebagai media penyembuhan penyakit yang diambil dimata air suci “rano ing Kasuruan” dilokasi perkebunan desa sendangan.

Sebagai media penyucian roh jahat yang hinggap ditubuh seseorang yang telah didoakan oleh para walian.

Sebagai media memagari seseorang dengan segala macam kesaktian, baik kebal senjata tajam maupun serangan roh jahat dari orang jahat.

Sebagai media memasukan Reges Loor (roh kebaikan) untuk menjadi pengawal dan menjadikan orang tersebut sakti luar biasa.

Sebagai media memasukan Reges Lewo (roh jahat) dari orang jahat untuk mencelakakan seseorang atau menjadikannya sakit bukan pada sakit pada biasanya.


Kebiasaan masyarakat mula-mula Tumompaso menggunakan air sebagai kepercayaan  yang pernah dilakuakan;

Menaruh air didepan pintu, dipercayai akan menjaga pemilik rumah dari datangnya pencuri. Air diyakini tidak pernah tidur dan akan membangunkan pemilik rumah jika ada pencuri yang hendak masuk kedalam rumah.

Menaruh air dalam baskom dan diletakkan disamping orang sakit yang sedang tidur dalam kamar. Ini bermakna jika ada roh jahat yang masuk kedalam kamar dan ingin mengganggu orang sakit tersebut, namun jika roh jahat melihat bayangannya dalam air maka ia akan lari tunggang langgang.

Mencelupkan daun tawa’ang kedalam air dan memercikannya. Jika dipercikan pada hewan kurban maknanya akan menjauhkan roh jahat dan sakit penyakit hewan kurban tersebut. Jika dipercikan pada saat rumamba (naik rumah baru) maknanya untuk memberikan berkat bagi sipemilik rumah seperti air yang tidak pernah habis dan terus mengalir.

Nama atau tempat sumber air yang terkenal di sekitar Tompaso diantaranya;
1.            Luwak, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.
2.            Sowa, diperkebunan desa Kamanga.
3.            Pa’asuan, di perkebunan desa Tompaso Dua.
4.            Pale’lean kawayo, diperkebunan desa Pinabetengan juga ada di Kamanga.
5.            Rano Kamang’a di perkebunan desa sendangan.
6.            Rano Kasuruan, di perkebunan desa sendangan.
7.            Meinit, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.
8.            Rano Lesi, dilokasi perkebunan desa Touure.
9.            Rano Kinatalaan, dilokasi perkebunan desa Touure.
10.          Bandungan, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.

11.          Seda mata, diperkebunan desa Sendangan.

Tanah


Tanah atau Ta’na merupakan elemen penting perwujudan dewa a’wu yang dalam tradisi lisan di campakan Opo Wailan dari langit karena kesombongannya. Namun dewa A’wu ini masih diberikan kuasa untuk memberikan berkat serta bencana bagi manusia dibumi. Tetapi diapun masih membawa sifat kesombongannya dengan mengharuskan manusia memanjatkan doa dan pujian baginya jika ingin memperoleh berkat. Akan menjadi bencana disaat dia si dewa A’wu melihat manusia meninggalkannya dan tidak memujinya.

Pertanda kebaikan;
Jika ditemui gundukan tanah seolah-olah hidup dimana tanah tersebut terus menggunung di halaman atau dalam rumah, merupakan pertanda akan mendapat rejeki atau panen akan melimpah.

Pertanda keburukan;
Jika ditemukan pecahan-pecahan tanah didalam rumah, menandakan sipemilik rumah akan menghadapi kesulitan rumah tangga.
Jika ditemukan lantai tanah didapur retak-retak, menandakan sipemilik rumah akan kesulitan dalam bahan kebutuhan pokok sehari-hari

Jika lantai tanah rumah sudah banyak sekali yang retak, pertanda dewa a’wu mengharuskan sipemilik rumah memberikan sesajen (umper) padanya.

Gempa Bumi


Gempa bumi sering dikaitkan dengan sumber bencana dan juga pertanda alam bagi manusia. Gempa bumi juga disebut dengan nama lain Raas Ung Kayobaan. Menurut tradisi lisan Tou Tumompaso, Raas adalah nama lain gempa yang disebut sebagai alat pemukul bumi dari Opo Wailan. Ini merupakan suatu pertanda munculnya kemarahan dari Opo Wailan karena kurangnya ucapan syukur dan doa yang dipanjatkan pada sang khalik.

Pertanda kebaikan
Jika gempa bumi kecil terjadi pada bulan juli disaat habis panen raya hasil bumi dan diteruskan dengan upacara Pengucapan Syukur, maknanya akan datangnya kemakmuran negeri sepanjang setahun serta dilewati ancaman bencana dan kecelakaan bagi seluruh masyarakat.

Saat seorang anak lahir dan gempa bumi kecil terjadi tiga kali dalam sehari, bermakna anak tersebut akan menjadi seorang pemimpin kelak.

Pertanda keburukan
Gempa bumi terjadi pada awal tahun, merupakan pertanda akan terjadinya kemerosotan perekonomian sepanjang tahun dan diharapkan seluruh masyarakat menanam semua lahan kosong dengan tanaman pokok seperti ubi-ubian dan pisang sebagai antisipasi akan terjadinya musim panas yang panjang atau musim penghujan yang ekstrim.

Jika gempa bumi kecil sering terjadi diikuti dengan meletusnya gunung soputan, merupakan pertanda akan muncul musim kemarau panjang.

Saat gempa bumi terjadi dibulan mei, akan menjadi pertanda akan munculnya wabah penyakit menular, serta akan terjadinya kerusuhan besar dalam negeri karena disebabkan ulah masyarakatnya sendiri.

Gempa bumi terjadi disaat musim kemarau atau musim penghujan yang ekstrim, menjadi pertanda tewasnya seseorang yang memiliki ilmu kesaktian luar biasa karena menggunakan kesaktiannya dengan cara yang tidak seharusnya.


Jika gempa bumi terjadi diakhir tahun, bermakna akan terjadinya perebutan kekuasaan pemerintahan para pemimpin dengan cara tidak wajar tanpa diketahui masyarakatnya.


Bintang


Bintang sesungguhnya diidentikan dengan dewa dalam mitologi minahasa yang dikenal dengan nama Re’rema. Re’rema dalam perwujudannya sebagai manusia dikenal sebagai karema, yang diketahui sebagai orang yang menikahkan manusia leluhur minahasa yaitu Toar dan Lumimuut. Re’rema juga dikenal sebagai penguasa senja dan subuh yaitu waktu antara jam stengah lima sampai jam stengah tujuh baik pada waktu pagi maupun sore hari. Ucapan yang terkenal dari karema saat menikahkan Toar dan Lumimuut adalah; ‘akad se toya’ang mi’ouw makeli kele se kakeli si sendot um bengi an dangka ung kayobaan’. Terjemahan bebasnya ‘ sampai anak-anak kalian menjadi banyak seperti bintang dilangit’. Re’rema juga dikenal dengan bintang fajar, atau diketahui sebagai planet mars saat ini. Re’rema atau karema juga merupakan pemimpin upacara adat keagamaan pertama ditanah minahasa. Dia diyakini tidak mati namun terangkat kelangit. Altar suci peninggalan karema berada di perkebunan sawah desa sendangan dikepolisian sowa. Ada beberapa makna yang dijaga hingga saat ini yang berhubungan dengan bintang yaitu;

Jika anda melihat bintang jatuh, hendaknya anda menyebutkan keinginan anda. Maknanya keinginan anda akan didengar dan dikabulkan cita-citanya oleh Opo Wailan melalui perantaran karema.


Kalau anda melihat bintang berekor (komet) bersamaan dengan bintang jatuh, maka dalam waktu dekat anda akan mendapat rejeki yang sangat besar dan datang secara tidak terduga.


Awan


Awan merupakan salah satu dewa dalam cerita lama sebagai perwujudan dewa Lii’limbeng yaitu dewa kegelapan yang merupakan dewa angkara murka serta pembawa bencana. Ada kebiasaan orang yang menaruh ember atau tong penampung air diluar rumah disaat musim kemarau dengan mengharapkan hujan sambil memberikan sesajen dan membakar wewangian di dapur sambil membuka seluruh pintu dan jendela rumah. Demikianpun disaat musim hujan yang sudah berkepanjangan disertai angin badai, dibuat ritual khusus dengan membuat upacara pengorbanan hewan berupa babi atau ayam. Kalau pengorbanan hewan tidak berhasil maka diganti dengan pengorbanan seorang manusia yang diambil diluar suku yang dicari oleh Pamuis. 


Ada beberapa larangan;

Jangan terlalu lama memandangi gumpalan awan terlalu lama karena akan membuat orang tersebut akan kena sakit syaraf.


Jangan mengawasi awan dimalam hari, hal ini akan membuat awan tersebut akan menyinggahi saudara dan akan mencelakakan saudara. (Bersambung)

Pelangi


Pelangi dianggap merupakan baju yang dibuat sebagai jembatan dari para Wewene Le’os atau wanita peri yang cantik untuk turun kebumi mengunjungi  manusia. Ini berkaitan dengan cerita lama masyarakat tumompaso yang menyatakan ada Sembilan puteri kayangan yang sempat turun kebumi di air terjun Mei’nit untuk mandi, namun ada tiga puteri yang tertinggal karena tidak sempat kembali lagi ke kayangan sehingga menetap dan kawin dengan penduduk setempat. Arti dari timbulnya pelangi;

Ibu dari para peri yang tertinggal dibumi datang mencari ketiga anaknya yang belum sempat               pulang tersebut.

Para saudari dari peri peri tersebut datang mandi dibumi serta mencari saudara mereka itu juga.

Ada kebiasaan orang sebagai keturunan dari peri tersebut untuk membunyikan kolontang(kentongan) untuk memberitahukan ibu mereka bersembunyi jangan sampai kembali ke kayangan. (Bersambung)..

En'Do = Matahari


Sumere si’endo sendot. Endo eng kataneyan ne tou eng situ em kukuwa ila Apo Wangko kapute sisil e matua an Tumompaso, sia si kumuasa enendo ca ke nitu sia si Apo mabee keketer sapakem asi kayobaan I yasa.

Awean eng caka toroan sumere si endo maka ure situ em pa taney I matua cita sumaru si endo eng kamamualian si endo mema cita mawola o cita yorona sumere.

Sumere si endo eng katotol I noras wo cita kumuru o sumere asi rua parangkeyta ang amiona, mema cita sumere se kaserean ca u loor wo mamuali cita sumakit.

Sa u nimeiem si paso lambot, wo nimeiem eng nuran repet kasusuy e matua catoro kumesot ambale se reges lewo pakasa maka kesot-kesot sila malali sasakitan maengat wo memera-mera se tou makesot ambale o sia mee sasakitan ase tou u nitu. (Bersambung)..