Pakaian Minahasa (Kaepat)


JENIS PAKAIAN,PERHIASAN DAN KELENGKAPAN

Dalam abad yang ke-13 dan 15 Masehi yakni pada jaman Minaesa perkembangan pakaian Minahasa dapat dikatakan mengalami peningkatan yang pesat dengan adanya pengaruh-pengaruh dari bangsa-bangsa luar. Yakni diketahui bahwa jaman tahun 650-1000 M pakaian sangat sederhana dan jenisnyapun masih sangat kurang.

Pakaian Sehari-hari
Pakaian Wanita
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Mengenai pakaian khususnya pakaian wanita sudah mulai ada perubahan,walaupun bahannya masih tetap dari kulit kayu. Untuk pakaian bagian atas mereka memakai semacam kebaya yang mereka namakan WUYANG.Yaitu kemungkinan dari bahasa Malayu Manado ialah fungsi berarti kulit kayu atau pakaian kulit kayu. Warn dari kulit kayu ini adalah coklat.
Disamping dari bahan yang dibuat dari kulit kayu mereka sudah mengenal kain yang bahannya dibuat dari serat dan kapas. Merekapun sudah mulai mengenal pakaian untuk dipakai sebagaigaun atau blus yang mereka kenal dengan nama Paslongan Rinietan.Sedang nama tenunan adalah tenunan Bentenan.
‘Kain Bentenen’ditenun dengan ikat fungsi terdiri dari tiga bagian yang disambung; ragam hias jalur-jalur warna merah kecoklatan,biru abu-abu dengan ragam hias berwarna asli benag dengan bentuk meander dan bentuk kait,berasal dari Minahasa’(direktorat Permuseum dan Direktorat Jendral Kebudayaan Depertemen pendidikan dan kebudayaan,Brosur Pameran Keliling seni Tenun Nusantara di Manado.Kantor Wilayah Depertemen Pendidikan dan kebudayaan Sulawesi Utara cq. Bidang PSK 1980,hal 9 (lihat gambar).
Cara menenun ini diajarkan oleh Tonaas Tombarian yaitu Tonaas yang ahli khusus untuk membuat kain dari serat/kulit/kayu,disamping itu mereka sudah mengenel tenunan kain bentenan yang mereka pakai untuk rok.

Pakaian Pria
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Tidak berbeda dengan pakaian wanita,pakaian untuk priapun mulai berkembang sejalan dengan kemajuan yang tercapai saat itu .Sehingga kalau dulunya badan atas belum diberi penutup atau tinggal terbuka,ini mereka sudah memakai semacam baju yang lurus-lurus tidak memakai lengan dan mereka sebut karei. Warnanya hitam diambil dari warna ijuk.selanjutnya gaun atau blus yang di sebut Pasolongan Rinegetan ini berkembang lagi,sehingga kemudia mereka mulai mengenal baju/kemeja dengan lengan panjang dan diberi nama baniang.Dapat diberi kerah,boleh jugan tanpa kerah.Baniang ini memakai saku pada bagian bawah sebelah kiri dan sebelah kanan. Ada kalanya bagian kiri atas juga diberi saku.
b. Pakaian untuk badan bagian bawah
Untuk pakaian badan bagian bawah inipun mulai berkembang yakni kalau dulunya mereka hanya memakai semacam cidako, maka sekarang secara bertahap mulai diganti oleh celana, mulai dengan bentuk yang pendek sampai lutut, kemudian bergantian dengan celana panjang sampai ditumit. Modelnya masih sangat sederhana (seperti model piama). (lihat gambar 4).

Pakaian Upacara.
Dalam menjalankan upacara-upacara adat ataupun upacara keagamaan lainnya seperti tersebut diatas, bahwa semua itu dilaksanakan oleh orang-orang tertentu yang mereka namakan Tonaas-Tonaas dan Walian-Walian dan ada pula yang disebut Waraney-Waraney (pimpinan perang).
Untuk pakaian dari Tonaas-Tonaas ini terdiri dari baju yang panjang sama dengan pakaian pendeta sekarang. Sekarang disebut Toga (lihat gambar 5). Selain dari pakaian Tonaas yang disebutkan diatas mereka juga mengenal pakaian untuk berperang dan pakaian menyambut tamu (petor). Lihat gambar 6a, 6b.
Pakaian berperang yang dipakai oleh Waraney = suraro = prajurit hampir menyerupai dengan pakaian Kawasaran, yang pada topi diberi atau dilengkapi dengan/ditata dengan bulu dari ekor ayam jantan yang panjang dan mereka menyebutnya Pantou. Selanjutnya dilengkapi dengan peralatan berperang seperti tombak dan pedang.
Gadis Bantik.
Pakaian upacara untuk wanita gadis Bantik ini sangat rumit sekali. Dibuat dari benang (serat) dari koffo, yaitu sejenis pisang. ‘kain koffo ini terbuat dari benang pisang, benang pakan tambahan berwarnacoklat muda membentuk ragam hias bidang-bidang persegi empat dengan motif bunga. Seluruh permukaan dihias bidang segi empat terdapat motif kait, ikal pucuk pakis dan gigi belakang berasal dari pulau sangir. (Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Brosur Pameran Keliling Seni Tenun Nusantara di Manado, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara, cq. Bidang PSK, Manado, 1980 Hal. 7). Mereka memakai sarung (kaeng) dan dilengkapi dengan tenunan lain dibahu kiri. Selanjutnya pada pergelangan tangan mereka memakai gelang warna hitam yang terbuat dari kerang raksasa. Kemudian tangan kiri memegang nyiru (sosiru) atau wulolong (bakul) yang berisi jagung. Ini menggambarkan kekayaan dari si pemakai. (Lihat gambar 7)

0 komentar:

Posting Komentar