Tataney Tou Ase Serap Wangko

Kumeli-Keli Se Tou Makaento Asi Serap Wangko Ung Mator Wentel, Mindo Wentel, Tumembur Im Bentel, Wo Sila Si Mumper Ase Tampa Kapelian.

Owak Sama Se Apo Ta Wo

Sapakem Se Teteir Makaento Ase Tou Winentelan, Wo Sila Si Maka Timboy Wentel.

Em Poporak Ung Nowak Kapute Mateleb

Se Wentel Anio Papaken Ne Tou Elur Sama Kaporak Owakna Kapute Se Lumelepad Ma Teleb, Sapakem Si Wentel Anio Sa U Ca Kiitan Sama Mema Sia Pakua Ila Madiara.

Walian Wangko Tu'a Tumompaso Andiorwo

Puser Im Pe Mentelan Eng Kanaramen An Tana Tumompaso Situm Eng Kukuwa Ila Walian Wangko Tu'a. Mangaley, Rumeindeng Wo Mapangila Kamang Ase Amang Kasuruan Wangko An Tana Minahasa

Eng Katimboy-Timboy Tou Em Bentel

Pakasa Tou Matimboy Wentel Caka Pilaan Em Palalin Ila, Se Apo Maka Teir Eng Nowak Ila Wo Mengiit-Ngiit Sila Maya Mabisake.

Kontak Saya



Hubungi Admin IGM Blogger
**** For Advertisement & Premium Service Only ***








IGM Disclaimer

IGM Disclaimer - Privacy Policy - Terms of Use

Rahasia kekuatan magis suku Minahasa telah terbukti dibeberapa pulau besar di Indonesia misalnya di jaman colonial Belanda dahulu, kesempurnaan kekuatan ilmu demikian masih tetap hidup hingga sekarang.

Konten yang terkandung dalam blog adalah hanya sebagai informasi atau gambaran umum.
Segala isi Posting di website ini tidak ditujukan sebagai suatu nasihat profesional ajakan atau terlebih untuk menghidupkan kembali kebudayaan tua yang pernah ada terutama menyangkut Ilmu Hitam.

Namun segala isi konten ini hanya ditujukan untuk menulis serta menyusun kembali sejarah dan pengalaman budaya para pelaku dan pemerhati ilmu gaib di Minahasa.

Isi konten didalam website ini juga berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis serta penelusuran di berbagai tempat atau daerah di Indonesia serta pengamatan online di website lain.

Pembaca dapat meminta nasihat secara profesional dari pihak lain yang lebih berkompeten sesuai dengan keinginan yang dihadapi.

Ada beberapa isi konten didalam yang tidak boleh di praktekan sendiri tanpa di dampingi pihak berkompeten, karena isi tulisan dengan bahasa Tountemboan Ma kele’I sengaja oleh penulis di buat samar dan kurang lengkap sehingga hanya sampai dikonsumsi untuk di baca saja.

Menyebarluaskan serta menarik keuntungan dari semua isi konten di dalam harus seijin penulis dan dapat disampaikan melalui Email: ilmugaibminahasa@gmail.com.

Admin IGM Bloger tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pembaca dari blog ini.

Kutipan atau copas dari posting di blog ini WAJIB mencantumkan link sumber atau
http://ilmugaibminahasa.blogspot.co.id/




BE''TENG ASE TOU PAKASA


Hakekatnya Ilmu Gaib adalah pengetahuan tentang segala yang tidak kelihatan (rahasia alam dsb), dimana gaib identik atau sama dengan mistik. Sedangkan pengertian mistik menurut @_Wikipedia adalah berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia (geheim), serba rahasia (geheimzinnig), tersembunyi (verborgen), gelap (donker) atau terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld).

Berdasarkan arti tersebut mistik sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme merupakan paham yang memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali penganutnya.

Web ini bukan dimaksudkan untuk menghidupkan kembali  sesuatu kekuatan yang sebagian orang dianggap kekuatan jahat namun terlebih besar dimaksudkan sebagai bagian sejarah dari praktek      kekuatan magis yang pernah ada di Minahasa sejak dahulu hingga kini. Segala konten yang dimuat dan rahasia terbesar dari kekuatan magis suku Minahasa masih dirahasiakan yang hanya diketahui penulis dan sang sumber baik praktisi maupun pemilik kekuatan magis tersebut.


Rahasia kekuatan magis suku Minahasa telah terbukti dibeberapa pulau besar di Indonesia misalnya di jaman colonial Belanda dahulu, kesempurnaan kekuatan ilmu demikian masih tetap hidup hingga sekarang. Satu hal terbesar kekuatan ilmu Minahasa adalah sangat praktis, tidak sulit bahkan sangat sempurna. Kiranya halaman ini dapat memberikan sesuatu wawasan dan informasi yang berguna untuk anda.      

Pengrajin Pakaian


Seperti telah dijelaskan dalam bagian lain dari tulisan ini, maka jelaslah dalam jaman minaesa ini, sudah ada Tonaas-Tonaas yang telah memiliki keahlian-keahlian spesialisasi seperti Tonaas Maulang dengan keahlian pemintalan benang dari serat kayu, kemudian lebih meningkat dengan adanya keahlian menenun serat dan membuat kain oleh Tonaas Tombarian ; maka dengan itu pakaian, perhiasan, dan kelengkapaanya mengalami perkembangan yang pesat. Sebagai hasil pengrajin suku Minahasa disebut kain Bentenan, (Bentenan adalah nama sebuah tempat yang terdapat disebelah timur Minahasa sekarang masuk wilayah kecamatan Belang)

Dalam buku “DECORATIVE ART IN INDONESIAN TEKSTILES” hasil karya dari LANGEWIS dan FRITS WAGNER dijelaskan bahwa teknik menenun kain bentenan adalah termasuk dalam golongan tenunan ikat. Motif hiasan pada kain dibuat berdiri dalam deretan memanjang, sehingga bila kain direntangkan memanjang akan Nampak gambar manusia dalam posisi berdiri. Walaupun tak ada penjelasan tentang motif ini, tetapi sesuai penjelasan berbunyi : “Saya memberanika diri untuk memberi pendapat, bahwa motif manusia itu adalah seorang wanita karena ada dua titik yang menyerupai buah dada pada motif manusia tersebut dan dikepalanya ada kembang goyang, dengan telinga yang tak berbentuk setengah lingkaran, tetapi mencuat kesamping, seolah-olah ingin menggambarkan anting-anting yang disebut INTOI PATOLA.


Kembang goyang disebut Ginerungan. Gerung = kembang. Kain tenunan ini sudah hilang sama sekali, kecuali tinggal sebagai bahan studi perbandingan untuk usaha modernisasi pakaian Minahasa

Tonaas Dan Pakaiannya (Kaenem)


Perhiasan Dan Kelengkapannya.
Berbicara mengenai perhiasan dan kelengkapan pakaian sehari hari pada masa ini dapat dikatakan bahwa belum seberapa dibandingkan dengan masa masa yang berikutnya (lihat gambar 10). Dan kalaupun ada yang memakainya, masih dalam keadaan yang sederhana, karena diambil dari bahan-bahan yang ada disekitar mereka seperti biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan ataupun dari bulu-bulu binatang. Kecuali untuk acara-acara tertentu perhiasan dan kelengkapan pakaian untuk pria dan wanita sudah mulai bervariasi seperti untuk upacara adat dan keagamaan. Pakaian penari dari Tonaas antara lain :

Pakaian Tonaas
Pada masa ini Tonaas maupun Walian menggunakan perhiasan sebagai pelengkapan pakaian mereka berupa kalung bersusun yang didapat dari tumbuh-tumbuhan (biji) serta dua buah selendang yang masing-masing diikatkan pada lengan kiri dan lengan kanan. Dan selanjutya pada kepaladiikatkan lagi sehelai pita dari kain. (lihat gambar 9).
Untuk kaum wanita perhiasannya lebih banyak dan lebih rumit dibandingkan dengan pria. Karena dari arti nama-nama tua dari Minahasa dan dari beberapa bunyi syair maengket telah disebutkan perhiasan-perhiasan wanita dari logam mulia (emas). Nama-nama asli perhiasan wanita suku bangsa Minahasa yang masih dikenal sampai sekarang adalah :
1. Kelana yang berarti cincin atau gelang dari emas.
2. Ginontalan berarti Medalion.
3. Intoi Patola artinya anting-anting dari emas.
4. Wentel artinya gelang dari tembaga atau kuningan.
5. Garing berarti gelang dari gading atau tulang.
6. Ringkit berarti gelang emas.
7. Komansilan adalah gelang dari akar bahar.
8. Kining artinya lonceng = bel kecil dari kuningan.
9. Reget artinya bel kecil dari tembaga. (lihat gambar 8, 10).

Selanjutnya untuk nama-nama dari busana wanita adalah sebagai berikut :
1. Sosolong Ginerungan adalah seperangkat pakaian wanita yang berhiaskan bunga-bungaan atau           diberi motif bunga.
2. Dampaniuw artinya selendang halus yang dibuat dari kain.
3. Rerembet artinya stagen atau kain untuk pengikat pinggang/ perut.
4. Porong Kahu artinya topi dari emas.

Selanjutnya untuk perlengkapan kaum pria adalah :
  • Topi / porong-nimiles.
Topi ini dibuat dari kain yang ditenun sendiri oleh suku Minahasa yaitu tenunan Bentenan. Motifnya diambil dari gambar relief kuburan batu (waruga) yang dilukis kembali (dikutip) oleh Doktor Hetty Palm dalam bukunya ‘’ANCIENT ART OF THE MINAHASA’’. Porong ini berbentuk kain ikat. Nimiles berarti diputar.
Cara memakainya :
Dilingkarkan mengelilingi kepala diatas daun telinga, kemudian disimpulkan pada sebelah kanan dan sisanya dibiarkan terurai. Lihat gambar 11.
· Porong Tonaas Wuaya
(Tonaas Mamuis). Lihat gambar 12.
Porong atau topi ini terdiri dari :
1. Bulu ayam jantan, tangkai bulu ayam dengan dua ngala.
2. Bulu cendrawasih (empat buah) yaitu dua disebelah kiri dan dua disebelah kanan).
3. Motif tangkai padi.
4. Ular putih, hijau dan hitam.
5. Empat buah bunga terompet dll.
  • Ikat Pinggang
Ikat pinggang pria Minahasa disebut Wentel, yang terbuat dari tembaga, pada bagian depan dari wentel ini diberi hiasan naga yang dibuat dari tembaga. Selain itu ada juga yang terbuat dari kulit ular patola yang membentuk mahkota dibagian depannya.
  • Santi Oki
Sebagai pelengkap busana kaum pria Minahasa adalah Pa'i Teke atau Santi Oki atau Belati berukuran kecil.
  • Sompoy
Sompoy merupakan sejenis saku atau tas kecil yang dililitkan melintang dari bahu kanan dan tergantung pada bagian kiri lewat pinggang.
  • Alas Kaki
Pada jaman ini sudah mulai dikenal pengalas kaki walaupun masih dibuat dari kulit kayu yang dianyam menyerupai tali kemudian dilingkarkan pada pergelengan kaki sampai dibetis.
  • Tongkat
Tongkat pada masa ini terbuat dari kayu yang dibuat sedemikian rupa sehingga berkepala dengan motif ular naga. Tongkat yang dibuat dengan kepala ular naga dari emas disebut Teken (lihat gambar 8).

Waraney Dan Pakaiannya (Kalima)


Pakaian Para Waraney
Pakaian Penari (Waraney Wanita).
Seperti pakaian upacara, maka pakaian untuk penaripun sudah dikenal, walaupun bahan-bahan dan kelengkapannya masih sederhana dan diambil dari bahan-bahan disekitarnya. Namun tak dapat disangkal bahwa ada yang sudah diambil dari bahan yang dibawah oleh pendatang misalnya bahan kain ataupun modelnya sudah mulai berobah. Macam-macam pakaian penari yang dikenal masa itu seperti berikut :

Busana Penari Tombarian
(Waraney Wanita). Lihat Gambar 8.
Busana dari tarian ini sudah lama sekali menghilang dari tanah Minahasa. Diperkirakan tarian ini menghilang sejak masyarakat suku Minahasa berubah dari masyarakat yang Matriarchat (mengikuti hukum keibuan) kebentuk masyarakat Patriarchat (mengikuti hukum kebapakan).
Tarian ini adalah semacam tarian yang ditarikan oleh prajurit-prajurit wanita, karena tarian adalah semacam tari perang, pada masa suku bangsa Minahasa diperintah oleh seorang Walian wanita. Hal ini dijelaskan oleh beberapa penulis bangsa eropa yang menulis bahwa tarian ini ada ketika pada masa pemerintahan dari pemimpin-pemimpin wanita yang berkedudukan sebagai Walian Wangko. Namun data-data/ keterangan dari seragam tarian ini memang sedikit sekali ditulis. Jenis tarian ini sebenarnya masih ditarikan secara pribadi oleh orang-orang tertentu yakni menari-nari sambil berputar-putar sambil memegang ujung kain dengan tangan kiri. Sehingga kelihatannya tarian ini bukan lagi tarian, tapi sudah semacam bela diri oleh kaum wanita terhadap ilmu hitam dari kaum pria. Perkembangan dari busana Kawasaran wanita ini begitu cepat menghilang, karena sangat erat hubungannya dengan kedudukan dan status wanita dalam masyarakat. Dan diperkirakan waraney-waraney wanita masih bertahan sampai memasuki abad ke-14.
Kemudian memasuki abad ke-18 jenis tarian ini berkembang lagi secara individual yaitu hanya ditarikan oleh beberapa orang wanita tua yang masih menguasai ilmu bela diri, karena tarian ini bersifat tarian bela diri.
Adapun nama-nama kelengkapan pakaian dari penari Tombarian yang masih dapat dicatat adalah yang ditemukan dari arti nama-nama Minahasa dalam buku karangan Sam Woley dan J. Pangemanan. Kemudian gambar-gambar dari model busananya masih sempat ditulis oleh seorang penulis bangsa barat bernama Hetty Palm dalam bukunya ‘’Ancient Art Of The Minahasa’’, misalnya : Porong Kahu (porong = topi, kahu = emas). Jadi Porong Kahu artinya topi yang terbuat dari emas. Saying bentuknya tak ada lagi atau tidak diketahui lagi, karena perhiasan dari emas hilang pada jaman Spanyol maupun jaman Belanda.

Busana Penari Kawasaran Pria.
Sama halnya Tombarian untuk wanita, maka Kawasaran inipun adalah tarian perang yang ditarikan oleh pria. Pemimpin dari tarian perang Kawasaran ini bernama TUMUTUSUK (Tumutu = disengaja berulang-ulang kali, tusuk = petunjuk).
Pemimpin ini menggunakan dua buah paruh burung yakni yang satu terdapat dibagian depan dan satunya lagi dibelakang. Pada bahunya terdapat hiasan kain merah bersulam disebut Sasolong. Didadanya terdapat (memakai) penutup dada terbuat dari tembaga tipis yang disebut Karaisengkau. Dahulunya diduga ada baju dari tembaga asli dan pada jaman Spanyo mereka memakai baju dari besi buatan Spanyol.
Tumutusuk ini dikawal oleh dua orang pemain tombak yang disebut Patuusan, yaitu masing-masing ahli dalam mengobati luka karena senjata tajam dan yang seorang lagi disebut Lelean, yaitu ahli dalam pengetahuan dari leluhur dan ahli upacara adat.
Para prajurit sebelum berangkat berperang terlebih dahulu dibuatkan satu upacara adat, untuk menguji kekebalan atau kesaktian berperang dari setiap prajurit. Caranya adalah dengan jalan diperhadapkan antara satu dengan yang lainnya, kemudian saling mengadu kekuatan atau kelincahan masing-masing. Dan kepada mereka yang ternyata belum cukup tangguh menghadapi lawannya akan dimandikan oleh Tonaas-Walian tertentu untuk menambahkan keberanian serta kekebalan terhadap kesaktian yang merupakan syarat mutlak dari setiap prajurit perang.

Untuk memulai permainan, maka para penari Kawasaran harus menghafal sampai 20 (dua puluh) jenis aba-aba antara lain :
1. Masaruan (berhadapan).
2. Gokgok u Santi (goyang senjata).
3. I yayat u santi (angkat senjata sambil berteriak).
4. Sumoi soi (mundur).
5. Malingkawitan (tukar tempat).
6. Kumontak (melompat Jauh).
7. Lumionda (menari).
8. dan sebagainya..

Tarian Kawasaran ini selain ditarikan untuk latihan berperang juga ditarikan untuk kesempatan acara sebagai berikut :
a. Pemberian penghormatan kepada tamu negeri dan hingga kini masih tetap berlaku.
b. Upacara mengusir musibah karena penyakit.
c. Mengawal jenasah para pimpinan negeri pada upacara pemakaman.
d. Mengawal Pengantin.
e. Mengawal upacara Tonaas dan Walian di Watu Pinawetengan dan Watu Tumotowa.

Selain ditarikan pada upacara-upacara tersebut diatas tarian Kawasaran juga dimainkan dalam upacara tahun baru. Dalam upacara ini tarian Kawasaran disebut Mahsasauh karena dalam suasana gembira. Penari Kawasaran ini terdiri dari pria yang dilengkapi dengan pakaian adat perang dengan jumlah yang tak terbatas. (lihat gambar. 6a, 6b).

Pakaian Minahasa (Kaepat)


JENIS PAKAIAN,PERHIASAN DAN KELENGKAPAN

Dalam abad yang ke-13 dan 15 Masehi yakni pada jaman Minaesa perkembangan pakaian Minahasa dapat dikatakan mengalami peningkatan yang pesat dengan adanya pengaruh-pengaruh dari bangsa-bangsa luar. Yakni diketahui bahwa jaman tahun 650-1000 M pakaian sangat sederhana dan jenisnyapun masih sangat kurang.

Pakaian Sehari-hari
Pakaian Wanita
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Mengenai pakaian khususnya pakaian wanita sudah mulai ada perubahan,walaupun bahannya masih tetap dari kulit kayu. Untuk pakaian bagian atas mereka memakai semacam kebaya yang mereka namakan WUYANG.Yaitu kemungkinan dari bahasa Malayu Manado ialah fungsi berarti kulit kayu atau pakaian kulit kayu. Warn dari kulit kayu ini adalah coklat.
Disamping dari bahan yang dibuat dari kulit kayu mereka sudah mengenal kain yang bahannya dibuat dari serat dan kapas. Merekapun sudah mulai mengenal pakaian untuk dipakai sebagaigaun atau blus yang mereka kenal dengan nama Paslongan Rinietan.Sedang nama tenunan adalah tenunan Bentenan.
‘Kain Bentenen’ditenun dengan ikat fungsi terdiri dari tiga bagian yang disambung; ragam hias jalur-jalur warna merah kecoklatan,biru abu-abu dengan ragam hias berwarna asli benag dengan bentuk meander dan bentuk kait,berasal dari Minahasa’(direktorat Permuseum dan Direktorat Jendral Kebudayaan Depertemen pendidikan dan kebudayaan,Brosur Pameran Keliling seni Tenun Nusantara di Manado.Kantor Wilayah Depertemen Pendidikan dan kebudayaan Sulawesi Utara cq. Bidang PSK 1980,hal 9 (lihat gambar).
Cara menenun ini diajarkan oleh Tonaas Tombarian yaitu Tonaas yang ahli khusus untuk membuat kain dari serat/kulit/kayu,disamping itu mereka sudah mengenel tenunan kain bentenan yang mereka pakai untuk rok.

Pakaian Pria
a. Pakaian untuk badan bagian atas
Tidak berbeda dengan pakaian wanita,pakaian untuk priapun mulai berkembang sejalan dengan kemajuan yang tercapai saat itu .Sehingga kalau dulunya badan atas belum diberi penutup atau tinggal terbuka,ini mereka sudah memakai semacam baju yang lurus-lurus tidak memakai lengan dan mereka sebut karei. Warnanya hitam diambil dari warna ijuk.selanjutnya gaun atau blus yang di sebut Pasolongan Rinegetan ini berkembang lagi,sehingga kemudia mereka mulai mengenal baju/kemeja dengan lengan panjang dan diberi nama baniang.Dapat diberi kerah,boleh jugan tanpa kerah.Baniang ini memakai saku pada bagian bawah sebelah kiri dan sebelah kanan. Ada kalanya bagian kiri atas juga diberi saku.
b. Pakaian untuk badan bagian bawah
Untuk pakaian badan bagian bawah inipun mulai berkembang yakni kalau dulunya mereka hanya memakai semacam cidako, maka sekarang secara bertahap mulai diganti oleh celana, mulai dengan bentuk yang pendek sampai lutut, kemudian bergantian dengan celana panjang sampai ditumit. Modelnya masih sangat sederhana (seperti model piama). (lihat gambar 4).

Pakaian Upacara.
Dalam menjalankan upacara-upacara adat ataupun upacara keagamaan lainnya seperti tersebut diatas, bahwa semua itu dilaksanakan oleh orang-orang tertentu yang mereka namakan Tonaas-Tonaas dan Walian-Walian dan ada pula yang disebut Waraney-Waraney (pimpinan perang).
Untuk pakaian dari Tonaas-Tonaas ini terdiri dari baju yang panjang sama dengan pakaian pendeta sekarang. Sekarang disebut Toga (lihat gambar 5). Selain dari pakaian Tonaas yang disebutkan diatas mereka juga mengenal pakaian untuk berperang dan pakaian menyambut tamu (petor). Lihat gambar 6a, 6b.
Pakaian berperang yang dipakai oleh Waraney = suraro = prajurit hampir menyerupai dengan pakaian Kawasaran, yang pada topi diberi atau dilengkapi dengan/ditata dengan bulu dari ekor ayam jantan yang panjang dan mereka menyebutnya Pantou. Selanjutnya dilengkapi dengan peralatan berperang seperti tombak dan pedang.
Gadis Bantik.
Pakaian upacara untuk wanita gadis Bantik ini sangat rumit sekali. Dibuat dari benang (serat) dari koffo, yaitu sejenis pisang. ‘kain koffo ini terbuat dari benang pisang, benang pakan tambahan berwarnacoklat muda membentuk ragam hias bidang-bidang persegi empat dengan motif bunga. Seluruh permukaan dihias bidang segi empat terdapat motif kait, ikal pucuk pakis dan gigi belakang berasal dari pulau sangir. (Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Brosur Pameran Keliling Seni Tenun Nusantara di Manado, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara, cq. Bidang PSK, Manado, 1980 Hal. 7). Mereka memakai sarung (kaeng) dan dilengkapi dengan tenunan lain dibahu kiri. Selanjutnya pada pergelangan tangan mereka memakai gelang warna hitam yang terbuat dari kerang raksasa. Kemudian tangan kiri memegang nyiru (sosiru) atau wulolong (bakul) yang berisi jagung. Ini menggambarkan kekayaan dari si pemakai. (Lihat gambar 7)

Pakaian Minahasa (Katelu)


PERKEMBANGAN PAKAIAN ADAT TRADISIONAL SUKU BANGSA MINAHASA DARI TAHUN 1300-1500 MASEHI (ZAMAN MINAESA)

Seperti diketahui maka zaman ini adalah merupakan zaman yang cukup bersejarah bagi suku bangsa minahasa,karena dalam kurun waktu ini diadakan Musyawarah Besar.Sesuai dengan informasi serta dihubungkan dengan ceramah dari bapak Bert Supit dan cerita-cerita lama, maka dicatat beberapa hal antara lain : Amanat Sang Pemimpin”yang dalam cerita tua,disebut NUWU I TU’A, yang dikumandangkan oleh Tonaas Wangko bernama Kamang Kala atau Muntu Untu ketika diadakan Musyawarah Besar TERSEBUT (PAESAAN IN DEKEN WANGKO). Musyawarah Besar diadakan setelah Nuwu I Tua dikumandangkan ini adalah untuk mengadakan penyebaran dari anak-anak Toar-Lumimuut yang dilaksanakan sesuai dengan Nuwu I Tu’a. Tempat mengadakan Musyawarah Besar adalah di Watu Pinawetengan, sebagai tempat dikumandangkan Nuwu I Tu’a yang diikuti oleh semua pemimpin dan pemuka-pemuka masyarakat ketika itu. Sebagai hasilnya adalah suatu kesepakatan untuk penyebaran dari anak-anak Toar Lumimuut yang sudah mulai padat ditempat yang pertama .

Disampingkan dari penyebaran juga diadakan pembagian wilayah yang terlebih dimateraikan dengan sumpah adat, sebagaimana telah diuraikan pada bagian lain dari tulisan ini. Menurut ceritera tua walaupun mereka masih primitive tetapi mereka sudah memiliki ahli-ahli tertuntu yang mereka sebut Tonaas-tonaas seperti :
1. Tonaas Maulang adalah Tonaas yang ahli memintal benang secara khusus dari kulit kayu.
2. Tonaas Tombarian ialah dengan keahlian membuat pakaian.
3. Tonaas Kekereten adalah khusus mendengar bunyi burung (ketika itu burung berbunyi ada maksud      tertentu yang hendak disampaikan
4. Tonaas Porong adalah ahli khusus membuat topi.

Juga di samping ahli-ahli ini ada juga pemimpin-pemimpin upacara adat mereka beri nama WALIAN, yang banyak dijabat oleh kaum wanita, Legenda Minahasa mengakui bahwa Walian yang pertama di Minahasa dijabat oleh seorang wanita yang bernama Karema.

Pakaian Minahasa (Karua)


PENGRAJIN PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Tidak berbeda dari jenis-jenis pakaian, yang dikemukakan diatas dan sejalan pula dengan gaya hidup mereka yang sangat sederhana dan primitive, maka dapatlah dikatakan bahwa pengrajin (pembuat) pakaian, perhiasan dan kelengkapan tradisionalnya yang professional dibandingkan dengan saat ini belum ada. Karena pakaian pada saat ini masih sangat sederhana dan diambil dari bahan-bahan yang terdapat disekitar mereka dan oleh mereka sendiri.

BAHAN DAN PROSES PEMBUATANNYA.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa seirama dengan kesederhanaan mereka dalam berpakaian maka bahan pakaianpun masih sangat sederhana yang diambil dari alam sekitar mereka. Demikianpun cara membuatnya masih sangat primitive dibandingkan dengan jaman jaman berikutnya.
Bahan yang digunakan sebagai bahan pembuat pakaian ketika itu adalah sebagai berikut :
1. Kulit Kayu.
Bahan pakaian yang diambil dari kulit kayu ini diambil dari semacam pohon yang mereka sebut pohon Lahendong dalam bahasa latinnya disebut “ sponia spesies”.
Proses (cara membuatnya) :
Pada mulanya kalit kayu tersebut dikupas dari batangnya, kemudian dipukul-pukul hingga kita memperoleh serat-serat yang dapat dijadikan pakaian dengan membentuknya demikian rupa untuk dapat dipakai menurut kebutuhan. Dapat dipakai oleh wanita maupun pria.
2. Lumut.
Bahan pakaian yang dapat dijadikan pakaian dari lumut ini diambil dari pohon-pohon dihutan sekitar mereka yang biasanya bergantungan diatas-atas pohon.
Proses (cara membuatnya) :
Setelah diambil diatas pohon lumut tersebut dijemur hingga kering. Setelah kering baru dibentuk sesuai keinginan pemakai baik wanita atau pria.
3. Ijuk.
Ijuk adalah sejenis bahan dari tumbuhan yakni dari pohon enau yang dikenal oleh suku bangsa Minahasa sebagai pohon saguer (karena jenis pohon ini adalah tempat mereka menyadap minuman khas Minahasa yang disebut saguer).
Proses (cara membuatnya) :
Sebagaimana diketahui pohon ini memoliki ijuk yang terdiri dari lidinya yang agak kasar dan tajam dan bagian yang halus yang dapat diambil dan dibuat tali.
Sebagai bahan pakaian maka ijuk yang diambil ini dipisahkan dari lidinya, karena yang dijadikan pakaian adalah bagian yang halus. Sedangkan bagian yang kasar (Berupa lidi) dibuang. Hasil inipun dapat dijadikan sebagai pakaian untuk pria dan wanita.
4. Daun Woka (sejenis palm).
Jenis bahan lain yang dapat dijadikan pakaian, adalah sejenis pohon berdaun lebar, sehingga daunya dapat langsung dipakai. Jenis daun ini tidak terlalu panjang proses pembuatannya sehingga dapat langsung dipakai. Kecuali untuk pakaian wanita selain dapat langsung dipakai, dapat juga menganyamnya lebih dahulu baru dapat dijadikan pakaian.

RAGAM HIAS DAN ARTI SIMBOLIK PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Seperti telah dikemukakan pada bagian lain dari tulisan ini bahwa suku bangsa minahasa pada saat itu masih sangat sederhana dalam berpakaian,baik dilihat dari bahan dan cara membuatnya,maka ragam hias dan arti simbolik bagi mereka,pada dasarnya belum dikenal.Ragam hias dikenal nanti pada kira-kira tahun 1300’Masehi.

FUNGSI PAKAIAN, PERHIASAN, DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL.
Walaupun suku bangsa Minahasa pada waktu itu masih sangat primitive dalam hal berpakaian,mereka sudah menyadari akan fungsi pakaian sebagai pelindung badan atau tubuh dari gigitan binatang,melindungi badan dari keadaan udara dingin maupun panasari dan lebih dari pada itu adalah untuk menutupi bagian tubuh yang vital.
Mengenai fungsi perhiasan dan kelengkapan tradisionalnya,sama halnya dengan ragam hias dapat dikatakan tidak ada data yang dapat memberikan keterangan dari informan maupun dari kepustakaan yang ada.

Pakaian Minahasa


PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPAN TRADISIONAL
         
        A. Minahasa
Perkembangan Pakaian Adat Tradisional Suku Bangsa Minahasa Tahun 650-1000 Masehi.

Ditinjau dari stratifikasi social, suku bangsa Minahasa pada dasarnya tidak mengenal tingkatan social dalam masyarakat, sehingga jenis-jenis pakaian menurut tingkatan social tidak ada. Struktur kehidupan masyarakat suku bangsa Minahasa, dikenal sebagai struktur masyarakat demokratis religious, karena tidak mengenal adanya raja. Hal ini dilaporkan oleh dua orang Padre Katolik berbangsa Spanyol yang pernah menyelidiki tanah Minahasa dalam abad yang ke enam belas sebagai berikut :

- Surat laporan dari Padri Blas Palomino, Manado 8 Juni 1619 :
“Het bestuur is er gemeenschappelyk want ofschoon zy data an enige hebben te vertrouwd, toch gehoorzamen zy niet wanneer het hun niet bevalt”.
Artinya : pemerintahan ada dan dijalankan secara bersama-sama meskipun itu telah dipercayakan kepada beberapa orang namun mereka tidak akan menurut jika tidak sesuai dengan keinginan mereka.
- Surat laporan dari Padri Juan Tronto, Manila 4 Agustus 1645 :
“zy hebben noch koning, noch heer, een ieder was heer in zyn eigen huis volgde zyn eigen wil”
Artinya : mereka tak punya raja atau dipertuan, setiap orang adalah tuan dirumahnya sendiri, mereka merelahkan diri untuk diperintah, tetapi tidak dalam semua hal.
Menyimak akan hal-hal yang telah disebutkan diatas maka lebih jelas bahwa stratifikasi social atau penggolongan masyarakat menurut martabat atau keturunan ningrat dalam masyarakat suku bangsa Minahasa tidak ada, kecuali berdasarkan kemampuan material yang dapat dijangkau oleh seseorang atau keluarganya. Karena itu maka tak ada perbedaan pakaian adat tradisional pada dasarnya untuk semua orang sama, kalau ada beda hanyalah terletak pada kemampuan dan cara seseorang untuk memilih bahan pakaiannya ataupun perhiasan dan kelengkapan lainnya.

1. JENIS PAKAIAN, PERHIASAN DAN KELENGKAPANNYA.

Asal mula dari pakaian adat Minahasa adalah seumur dengan nenek moyang suku Minahasa itu sendiri yang diduga datang dari benua asia yaitu dari suku Mongol. Mereka datang secara berbondong bonding dan secara bergelombang ke Indonesia khuauany kedataran Minahasa yang dimulai dengan Toar Lumimuut, sebagai leluhur bangsa Minahasa. Hal mana ditandai dengan monument Watu Pinawetengan yang menurut Riedel dan Graffland didirikan pada sekitar tahun 600-1000 M di jaman Megalitikum (kebudayaan batu besar).
Dari sinilah munciul kebudayaan berpakaian dari suku bangsa Minahasa, walaupun pada mulanya sangat sederhana dan sangat minim. Jenis jenis pakaian pada saat itu :

1.1 Jenis Pakaian Sehari-hari.
Pakaian Wanita.
a. Pakaian untuk badan bagian atas.
Sebagai penutup badan untuk bagian atas, mereka memakai semacamgaun atau blus, yang mereka sebut Pasolongan Rinegetan. “Pasolongan Rinegetan adalah tenunan kain sarung dengan ragam hias ikat lungsi hitam, coklat, biru dan putih. Membentuk ragam hias geometris bintang, kait yang terletak pada jalur-jalur besar dan kecil, pinggir kain diberi genta-genta kecil” berasal dari Minahasa. (Direktorat Permuseuman, Direktorat jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Brosur Pameran Keliling Seni Tenun Nusantara di Manado Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara cq. Bidang PSK, Manado, 1980 hal.12). Modelnya lurus kebawah dengan leher berbentuk segi tiga dan tidak memakai lengan. (lihat gambar 1).
b. Pakaian untuk penutup badan bagian bawah.
Tidak berbeda dengan pakaian bagian atas badan, pakaian inipun sangat sederhana, yaitu berupa rok yang lurus dari pinggul, panjangnya sampai dibetis (bandingkan dengan kain sarung. Untuk memakainya mereka memakai akat pinggang atau ban dipinggang. (lihat gambar 2)

Pakaian Pria.
a. Pakaian untuk badan bagian atas.
Seirama deengan cara hidup mereka yang masih sangat sederhana, maka badan pria bagian atas masih belum tertutup atau dengan kata lain ditinggalkan terbuka.
b. Pakaian untuk penutup badan bagian bawah.
Untuk menutupi badan bagian bawah mereka memakai semacam cidako dan sangat sederhana. Bila mereka bepergian keluar rumah, mereka melengkapinya dengan pisau yang disebut piso = pa’I = pahagi.

Pakaian Untuk Remaja/ Anak.
Untuk hal ini dapat dikatakan belum ada perbedaan dan pada dasarnya sama untuk smua umur.
1.2. Pakaian Upacara.
Yang dimaksud dengan pakaian upacara dalam jaman ini adalah untuk upacara-upacara yang menjurus kepada pelaksanaan adat dan masih bersifat animism. Dan dapat dikatakan belum ada perbedaan yang menyolok antara pakaian sehari-hari dengan pakaian upacara tersebut.
1.3. Pakaian Penari.
Sama halnya dengan pakaian upacara maka pakaian inipun belum ada data yang jelas dari bentuk atau modelnya pada jaman ini.   (bersambung)..


angin


Angin dikenal pula dengan nama Re’ges, merupakan suatu nama dewi dalam cerita lisan masyarakat. Re’ges banyak dijadikan sumber kekuatan karena hal ini juga dia dianggap sebagai suatu roh juga dijadikan media pengantar bagi berbagai macam kekuatan supra natural. Ada empat kekuatan angin sesuai mata angin yaitu;

Re’ges un amoko, angin dari arah barat ini dianggap mempunyai berbagai macam kekuatan baik dan jahat.
Kekuatan baik;
Angin dari arah inilah yang memberikan kehidupan dan menyetujui manusia leluhur pertama minahasa yaitu Lumimuut untuk mengandung dan memiliki anak.
Angin dari arah barat ini pula yang mengizinkan Toar dan Lumimuut untuk menetap di tanah minahasa.
Kekuatan jahat;
Angin yang muncul di akhir tahun dan pada saat tertentu dengan kencang dianggap akan mendatangkan bencana, hal ini sering disebut a’waat.

Re’ges un ameko, angin dari arah selatan ini biasanya dikatkan dengan sang dewa dari selatan yang bernama ‘Tumepi’, dia akan muncul sekitar pertengahan tahun dan dijadikan pertanda akan datangnya kemarau panjang, dan diharapkan semua orang dapat segera bercocok tanam untuk mengantisipasi langkanya sumber makanan.

Re’ges un amonge, angin yang muncul dari arah utara ini bermakna akan datangnya badai yang sangat dahsyat disertai tanah longsor.


Re’ges un amico, angin yang muncul dari arah timur ini sering dikaitkan akan adanya sumber kekuatan para pemimpin negeri saling menentang karena kurangnya perhatian dan ucapan syukur yang dipanjatkan pada sang pencipta.

Air


Air merupakan sarana penting bagi kehidupan manusia. Air juga sering dinamakan Rano bagi masyarakat Tumompaso. Dalam tradisi lisan penguasa air adalah dewa Rumoyong Porong yang diberikan kekuasaan oleh Opo Wailan dengan kekuatan yang besar dan sebagai mitra langsung untuk mengawal kehidupan manusia. Banyak kepercayaan yang berkembang hingga saat ini yang dikaitkan dengan air, terutama sebagai media pengantar antara alam roh dan manusia. Diantaranya;

Sebagai media penyembuhan penyakit yang diambil dimata air suci “rano ing Kasuruan” dilokasi perkebunan desa sendangan.

Sebagai media penyucian roh jahat yang hinggap ditubuh seseorang yang telah didoakan oleh para walian.

Sebagai media memagari seseorang dengan segala macam kesaktian, baik kebal senjata tajam maupun serangan roh jahat dari orang jahat.

Sebagai media memasukan Reges Loor (roh kebaikan) untuk menjadi pengawal dan menjadikan orang tersebut sakti luar biasa.

Sebagai media memasukan Reges Lewo (roh jahat) dari orang jahat untuk mencelakakan seseorang atau menjadikannya sakit bukan pada sakit pada biasanya.


Kebiasaan masyarakat mula-mula Tumompaso menggunakan air sebagai kepercayaan  yang pernah dilakuakan;

Menaruh air didepan pintu, dipercayai akan menjaga pemilik rumah dari datangnya pencuri. Air diyakini tidak pernah tidur dan akan membangunkan pemilik rumah jika ada pencuri yang hendak masuk kedalam rumah.

Menaruh air dalam baskom dan diletakkan disamping orang sakit yang sedang tidur dalam kamar. Ini bermakna jika ada roh jahat yang masuk kedalam kamar dan ingin mengganggu orang sakit tersebut, namun jika roh jahat melihat bayangannya dalam air maka ia akan lari tunggang langgang.

Mencelupkan daun tawa’ang kedalam air dan memercikannya. Jika dipercikan pada hewan kurban maknanya akan menjauhkan roh jahat dan sakit penyakit hewan kurban tersebut. Jika dipercikan pada saat rumamba (naik rumah baru) maknanya untuk memberikan berkat bagi sipemilik rumah seperti air yang tidak pernah habis dan terus mengalir.

Nama atau tempat sumber air yang terkenal di sekitar Tompaso diantaranya;
1.            Luwak, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.
2.            Sowa, diperkebunan desa Kamanga.
3.            Pa’asuan, di perkebunan desa Tompaso Dua.
4.            Pale’lean kawayo, diperkebunan desa Pinabetengan juga ada di Kamanga.
5.            Rano Kamang’a di perkebunan desa sendangan.
6.            Rano Kasuruan, di perkebunan desa sendangan.
7.            Meinit, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.
8.            Rano Lesi, dilokasi perkebunan desa Touure.
9.            Rano Kinatalaan, dilokasi perkebunan desa Touure.
10.          Bandungan, dilokasi kebun yang bernama Sumesegha. Didesa Tempok Selatan.

11.          Seda mata, diperkebunan desa Sendangan.

Tanah


Tanah atau Ta’na merupakan elemen penting perwujudan dewa a’wu yang dalam tradisi lisan di campakan Opo Wailan dari langit karena kesombongannya. Namun dewa A’wu ini masih diberikan kuasa untuk memberikan berkat serta bencana bagi manusia dibumi. Tetapi diapun masih membawa sifat kesombongannya dengan mengharuskan manusia memanjatkan doa dan pujian baginya jika ingin memperoleh berkat. Akan menjadi bencana disaat dia si dewa A’wu melihat manusia meninggalkannya dan tidak memujinya.

Pertanda kebaikan;
Jika ditemui gundukan tanah seolah-olah hidup dimana tanah tersebut terus menggunung di halaman atau dalam rumah, merupakan pertanda akan mendapat rejeki atau panen akan melimpah.

Pertanda keburukan;
Jika ditemukan pecahan-pecahan tanah didalam rumah, menandakan sipemilik rumah akan menghadapi kesulitan rumah tangga.
Jika ditemukan lantai tanah didapur retak-retak, menandakan sipemilik rumah akan kesulitan dalam bahan kebutuhan pokok sehari-hari

Jika lantai tanah rumah sudah banyak sekali yang retak, pertanda dewa a’wu mengharuskan sipemilik rumah memberikan sesajen (umper) padanya.

Gempa Bumi


Gempa bumi sering dikaitkan dengan sumber bencana dan juga pertanda alam bagi manusia. Gempa bumi juga disebut dengan nama lain Raas Ung Kayobaan. Menurut tradisi lisan Tou Tumompaso, Raas adalah nama lain gempa yang disebut sebagai alat pemukul bumi dari Opo Wailan. Ini merupakan suatu pertanda munculnya kemarahan dari Opo Wailan karena kurangnya ucapan syukur dan doa yang dipanjatkan pada sang khalik.

Pertanda kebaikan
Jika gempa bumi kecil terjadi pada bulan juli disaat habis panen raya hasil bumi dan diteruskan dengan upacara Pengucapan Syukur, maknanya akan datangnya kemakmuran negeri sepanjang setahun serta dilewati ancaman bencana dan kecelakaan bagi seluruh masyarakat.

Saat seorang anak lahir dan gempa bumi kecil terjadi tiga kali dalam sehari, bermakna anak tersebut akan menjadi seorang pemimpin kelak.

Pertanda keburukan
Gempa bumi terjadi pada awal tahun, merupakan pertanda akan terjadinya kemerosotan perekonomian sepanjang tahun dan diharapkan seluruh masyarakat menanam semua lahan kosong dengan tanaman pokok seperti ubi-ubian dan pisang sebagai antisipasi akan terjadinya musim panas yang panjang atau musim penghujan yang ekstrim.

Jika gempa bumi kecil sering terjadi diikuti dengan meletusnya gunung soputan, merupakan pertanda akan muncul musim kemarau panjang.

Saat gempa bumi terjadi dibulan mei, akan menjadi pertanda akan munculnya wabah penyakit menular, serta akan terjadinya kerusuhan besar dalam negeri karena disebabkan ulah masyarakatnya sendiri.

Gempa bumi terjadi disaat musim kemarau atau musim penghujan yang ekstrim, menjadi pertanda tewasnya seseorang yang memiliki ilmu kesaktian luar biasa karena menggunakan kesaktiannya dengan cara yang tidak seharusnya.


Jika gempa bumi terjadi diakhir tahun, bermakna akan terjadinya perebutan kekuasaan pemerintahan para pemimpin dengan cara tidak wajar tanpa diketahui masyarakatnya.


Bintang


Bintang sesungguhnya diidentikan dengan dewa dalam mitologi minahasa yang dikenal dengan nama Re’rema. Re’rema dalam perwujudannya sebagai manusia dikenal sebagai karema, yang diketahui sebagai orang yang menikahkan manusia leluhur minahasa yaitu Toar dan Lumimuut. Re’rema juga dikenal sebagai penguasa senja dan subuh yaitu waktu antara jam stengah lima sampai jam stengah tujuh baik pada waktu pagi maupun sore hari. Ucapan yang terkenal dari karema saat menikahkan Toar dan Lumimuut adalah; ‘akad se toya’ang mi’ouw makeli kele se kakeli si sendot um bengi an dangka ung kayobaan’. Terjemahan bebasnya ‘ sampai anak-anak kalian menjadi banyak seperti bintang dilangit’. Re’rema juga dikenal dengan bintang fajar, atau diketahui sebagai planet mars saat ini. Re’rema atau karema juga merupakan pemimpin upacara adat keagamaan pertama ditanah minahasa. Dia diyakini tidak mati namun terangkat kelangit. Altar suci peninggalan karema berada di perkebunan sawah desa sendangan dikepolisian sowa. Ada beberapa makna yang dijaga hingga saat ini yang berhubungan dengan bintang yaitu;

Jika anda melihat bintang jatuh, hendaknya anda menyebutkan keinginan anda. Maknanya keinginan anda akan didengar dan dikabulkan cita-citanya oleh Opo Wailan melalui perantaran karema.


Kalau anda melihat bintang berekor (komet) bersamaan dengan bintang jatuh, maka dalam waktu dekat anda akan mendapat rejeki yang sangat besar dan datang secara tidak terduga.


Awan


Awan merupakan salah satu dewa dalam cerita lama sebagai perwujudan dewa Lii’limbeng yaitu dewa kegelapan yang merupakan dewa angkara murka serta pembawa bencana. Ada kebiasaan orang yang menaruh ember atau tong penampung air diluar rumah disaat musim kemarau dengan mengharapkan hujan sambil memberikan sesajen dan membakar wewangian di dapur sambil membuka seluruh pintu dan jendela rumah. Demikianpun disaat musim hujan yang sudah berkepanjangan disertai angin badai, dibuat ritual khusus dengan membuat upacara pengorbanan hewan berupa babi atau ayam. Kalau pengorbanan hewan tidak berhasil maka diganti dengan pengorbanan seorang manusia yang diambil diluar suku yang dicari oleh Pamuis. 


Ada beberapa larangan;

Jangan terlalu lama memandangi gumpalan awan terlalu lama karena akan membuat orang tersebut akan kena sakit syaraf.


Jangan mengawasi awan dimalam hari, hal ini akan membuat awan tersebut akan menyinggahi saudara dan akan mencelakakan saudara. (Bersambung)

Pelangi


Pelangi dianggap merupakan baju yang dibuat sebagai jembatan dari para Wewene Le’os atau wanita peri yang cantik untuk turun kebumi mengunjungi  manusia. Ini berkaitan dengan cerita lama masyarakat tumompaso yang menyatakan ada Sembilan puteri kayangan yang sempat turun kebumi di air terjun Mei’nit untuk mandi, namun ada tiga puteri yang tertinggal karena tidak sempat kembali lagi ke kayangan sehingga menetap dan kawin dengan penduduk setempat. Arti dari timbulnya pelangi;

Ibu dari para peri yang tertinggal dibumi datang mencari ketiga anaknya yang belum sempat               pulang tersebut.

Para saudari dari peri peri tersebut datang mandi dibumi serta mencari saudara mereka itu juga.

Ada kebiasaan orang sebagai keturunan dari peri tersebut untuk membunyikan kolontang(kentongan) untuk memberitahukan ibu mereka bersembunyi jangan sampai kembali ke kayangan. (Bersambung)..

En'Do = Matahari


Sumere si’endo sendot. Endo eng kataneyan ne tou eng situ em kukuwa ila Apo Wangko kapute sisil e matua an Tumompaso, sia si kumuasa enendo ca ke nitu sia si Apo mabee keketer sapakem asi kayobaan I yasa.

Awean eng caka toroan sumere si endo maka ure situ em pa taney I matua cita sumaru si endo eng kamamualian si endo mema cita mawola o cita yorona sumere.

Sumere si endo eng katotol I noras wo cita kumuru o sumere asi rua parangkeyta ang amiona, mema cita sumere se kaserean ca u loor wo mamuali cita sumakit.

Sa u nimeiem si paso lambot, wo nimeiem eng nuran repet kasusuy e matua catoro kumesot ambale se reges lewo pakasa maka kesot-kesot sila malali sasakitan maengat wo memera-mera se tou makesot ambale o sia mee sasakitan ase tou u nitu. (Bersambung)..

Kejadian Alam


Makna dan kejadian alam bagi orang Tumompaso.
Serap = Bulan:

Awean ang kanaramen ne tou andiorwo lumele sesendot I serap wangko ang katoda I wengi. Eng kasusuy I walian wangko ung mangaley asi Amang Kasuruan Wangko wo ase anduruna tumuun eng u umper wo se welet:

Maknanya: Disaat bulan purnama:
1. Eng kanaramen mersi eng nowak sa u kinauntepan reges lewo.
2. Mee keketer wangko sumaru se reges lewo.
3. Sa u cita sumaru amicona o se sera pang amiconape, pakasa eng kukuwata paka Kamangen ne Amang Kasuruan Wangko.
4. Sa u cita sumere keli awan makatampa ke, ase wondo I noras uran tumumpa repet.
5. Kanaramen Rumeindeng mangaley kamang ase Amang Kasuruan Wangko.
6. Ung kanaramen muser eng kawolinsuan wo eng kalewoan sumapape se kalengeyan ne pakasa tou in doong.

Bila terjadi Gerhana Bulan:
Sa ka mamualian Sumesendot Serap Wangko wo ca niamaen eng kanaramen u nitu, ang kamamualian:
1. Pakasa eng tou ase roong menginde-nginde o menalo-nalo kinasapaan ke mei awean se pakikiten ase roong u nitu medel yo ure, eng sumawel ase pakikiten u nitu pe wana ase roong u nitu.
2. Yo u nure ni meiem se endo paso lambot sa u kiiten kuntung soputan sumembur wo medo eng       kayobaan makakeli.
3. Kauntepan ne sasakitan weru wo muntep ase tou pakasa papiaran ambale.
4. Kawukaan ne em papalen ase kayobaan ne tou wo se sila caka pilaan, se reges lewo wo se loor tumumpa ase kayobaan sapakem situ makelar ase serap wangko sumawil mei.
5. Awean sasaru em pa sakaan ase roong weyna ato se tou kumakatampa ang kesot.
6. Makatanda eng ka tinanemanta kamamualian maka mal an kinasapaan eng tinanem keli malewo.
7. Eng u nuran maka lambot, sapakem se papiaranta keli mate.

Sa ka mamualian Sumesendot Serap Wangko wo kinakiitan ung kanaramen , ang kamamualian:
1. Pakasa en tou masama-sama ung nulit wo cakatenaan ni kalewoan eng katoutouan.
2. Eng kakanen ca u susa engaten pakasa eng tinanem maloor waya.
3. Ze reges lewo kauseran nimuntep ang kayobaan I yasa se ma lali karusak wo se reges loor nimento asi kayobaan anio si ma bee kamang acita pakasa.

Si Lo'lok Wo Si Koloket


Indiorwo se tou raica mauseb wene ang lepo taan ang katanaan. Kakelian ila raica keey maasona setana an rata, taan ti’ngir-ti’ngir toyo ong kemel. Papaan reipek wana pa’yi kumapa pacol kele in tarepe, yawo in tana pateri ila in tuura wo se rukut leme, pa parasen in teteba kumapa pa abutan situ eng kawalian yawo setou indior maentoke ang tukdana ing kuntung.

Yawo acuaku serua matua ma’balum metaled ang pangumaan yawo sila mamale(kawin). Sila in rua mentoloateken(punya anak tiri). Si tuama maka toyaang wewene karangkana makalima in seseped(telapak tangan). Yawo raica ure empamalean nila e menglooran. Sapakem ing kinawalian? Si wewene nitu lewo ulit purikit wo ko tendul(penuduh). Sasi menanak(suami) asia ni muntepem in talun e melit(jerat) intaan wo litai(perangkap) in wiyoo. Yawo lumintudem keey si wewene nitu emokokoy(menindas) si toloatekenna(anak tirinya). Papaindona kayu ase uted o paalina ang loilong pa’siwoan.

Papaindona rano an asuk(bulu t4 isi air) selak. Sa si toyaang ma’sona-sona(perlahan-lahan) endepe maka kete’k yawo mento pe woo toyo, ensabok tepina(tepi=cambuk) asi toyaang. So sauna enapi ngeren nimamuali, kele’ituke siwinalian pekaris paema inapi  irosorna mange im baba I’toyaang. sa kuman yawo si toyaang wewene nitu pakakantongna an tana wo papapitongna sekanen marongkor. Si toyaang wewene nitu mandeen kumeritem(payah) enate taan riica kimena mapakaad(menyampaikan) imbaya pawulengena asi amangna mendeen impemoymoyan. Sitoyaang tuama awean anatena omopus situarina. An papaan inminde asi inangna maka katepke em babana mendeen impemoymoyan.

Makasa tuun yawo si amangila nimareng rior ang loilong pa’papaan incawana ingkinaindoan intaan kumapa inlitay im biyoo wo endo lewok enantalun. Yawo pakasa sekanaramen paemaan I penanaana, kinalokanem. Mandeen keleystu, yawo reica sia makarengan karangoanem. Karapi im penes yawo pabuyanam, sawo sapa waya eng kawali-walian yawo keleytu engkarega. Taan ing kapurikitan im penanaana caturuum asia. Yawo si penanaana makarengan kumesot miyo ang doyongan o serua toyaang mekowaan kumelak se sapa waya pengema-ngemaan’I inangila sa si amangila mange antalun.


Kuanem’I amangila, sapa en casale miyow mamuali acamo?. Kuanem’I toyaang tuama: ‘sa yaku masale mamuali lo’lok’. Kuanem’I toyaang wewene, sayaku masale mamuali koloket. Kuanem’I amang’ila :’entoenio tarepe mamuali yawo sia makarengan mangkatem mange ang talun karapi iname wo memoke-mokey wo sia tumowa si Opo Wailan e papadna embaya ni ma pela unatena. Reica ure yawo ne numuwuum tu‘mey si opo wailan: ‘Pakasa waya eng kasalean I rua toyaangana nimamuali, sa pinilaanum waya nana ing kinamamualian sapakem ko nimatem’. Yawo marengem sia siamang nitu am paentoan ila, tayange an loilong ila yawo sumungkulem meiy serua toyaang nitu, kuanem’I toyaang tuama nitu: ‘ amang temuud tarepe yaku mamuali lo’lok, sa siinang museb tande pa’dombitanku oka emwuana wo se lumelepad patowaanku oka mentawang kumapu nitu. Yawo mamuali tuun sia lo’lok. Kuanem mei’y toyaang na wewene: ‘amang temuud tarepe yaku mamualim koloket, sa si inang museb wene kumapa tande pa tuikenku oka sa tumodem I’matemow. Sa embenena mua’em towaanku oka sirinceng mei’y tumepes in danona im bene nitu’. Yawo sia mamuali koloket. Maka nuwu moko keleystu yawo si amang nimate. Silolok muntepem ang talun wo si koloket tumelebem mange tumeir I’numa. Kalinceman oka si inang mamulengen imbaya ang kakeritan I’nate lumaloos im’penonowan ongkatowan.

Si Koko Laka



Indiorwo yawo kumeli-keli engkoko asi kayobaan anio taan puteke pilaan sisiwei o silaka, wo reipe wana makila ma’teleb ase kayu-kayu. Yawo se endo makasa ansangkum(sementara) I’esa koko laka I’ma pontar-pontr ang talun an dangka I kuntung, yawo sia taalos mangayaka papaan sia aimalinga ame in tou, yawo sia mento toyo wo maka tekur(memperhatikan dengan seksama). Andekena(pikir) wona, sapam bona nanyo.
Papaan in’ame, si tou unitu kakopusen oka sia tumepu indeken(mengambil keputusan) mange rumada. En’doon sapakem bona nitu. Ane ambituke sia me’loloos mange asi tampa nitu. Makarimat makaame oka enatena. Aneitu yawo sia maka ta’baya reica ure sia cateka. Mange sia antawi am’paamean, radaana’tu mange sia minde ulit papaan simengame’ngame nitu ya ulit reen tou paka opusene. Ore’…ore’…, de’tumoko(jangan-jangan) ni’paan se tou lewo yaku. Yawo riitena mange sia si pa’paan nitu wo paso ena enowak’na wo ing kekeleb’na. yawo tumindondor(berdiri) mei’y siesa wewene leos wo kuanam: ‘kilaangkuko loor indeken(baik pikiran) wo loor enate, taan kensan’nu sa sia lumepok ang kayu, kumapa kensan’nu sa sia ang langit?. Kuanem I koko laka nitu; ‘ore…ore… maan in’nowakku reipe rona poponku tumeleb ase kayu kayu.
Kuanam mei’y I wewene leos, rumiit mei’y wo. Yawo sikoko laka nitu rumiit mange asi wewene leos makakuru. Yawo rokos wo nele(leher) wo nowak wo kekeleb wo kiki I’koko laka nitu pemisi-misian(dibelai-belai) oka I wewene leos. Tumarepe mei’y kekelianem ni’mamuali ase koko laka unitu. Endekena nimarangka’em wo nimasela eng kukuru’na(kapseti). O keey nima sendotem waya eng buuk’na. kaliuren(menarik) ulit, ensasakana nimalambotem kele oka wengkow katebelna. Yawo moi’em(bertanya) wewene leos asi koko laka yana; ‘sapape pangilaanu?’ yawo sowatenam; ‘ampungana mei’y yaku, enaku aweane pangilaanku’. Moiem si wewene leos; ‘sapa pangilaanu’?. Kuanem’I koko laka nitu; ‘sawo rona se koko laka rona mamuali kakele’ku’. Sowatenem I wewene leos; ‘rona’. Yawo kumuru mio si koko laka karapi sumiri asi wewene leos, wo sia mangila mareng. Kuanem I wewene leos; ‘ya ico ronam mareng taan lingan’nei si patuulku anio’.
Esa. Waya sekoko laka, rona makele ico engkukuruna.
Rua. Waya sekoko laka, ma kukuk sa masora(mengais/mencari) kakanen.
Telu. Waya sekoko, ma kerek sa mainde, wo ma’keok sa sia cumilaka.
Epat. Pakasa waya si koko siwey ma’pekok sa mulinga, wo masoket(berketuk) sa tumowa si toyaangana.
Lima. Pakasa se koko toya, masiuk(siulan anak ayam) sa tumowa si inang’ila.
Enem. Waya sikoko sela’em rona mateka ang kayu-kayu.

Mangayaka mei’y catalam mio si wewene leos, wo sikoko laka marengem.

Kiitan : Ritual Yang Harus Dijalani


Keli tou ma taney sapakem eng ka taney eng mangila wentel ase tou ma ampet kumapa se tou makakila ma ator cuanam asi tempo ke u nitu sia makerem ato weenem I ma ampet yana. Si tou maka taney yana meseaem terang. Eng kukuwa kiitan anio eng lalanan na lalambotan terang, sapape sa ca kiitan maka keli si pa taney na kakerean caka indoana ato si saleena ca u kapute salena. Eng ka kesotna maya wo si endo taneyna mawutul-wutul loor sama, sa u ca tumena sumui ke.

Em makakeli eng katare se kiitan wutul se endo loor eng sisiran sama si endo sa u mangila wentel mengat si serap kawangker wangkerna kumapa se serap kandoan kawangker-wangkerna. Asitum si tou sa u rummages wo tumembur eng wentel kumarapi se u umper situm eng kiitan emaen eng kanaramana. 

Sa kiitan eng nowak eng katare wutul masama-sama ca u sasakitan wope elur sama, sa u mangem ase tampa u nitu eng taar e matua ca u rona mareng somoy sapakem mareng ase walena sa u awean eng kinalupaana. Ke kesotna am bale am panapa eng kikina kumesot rior eng kiki kakan ca toro si kiki kabiri. Andarem wale wo se anduru wale carona ka lingan se tou sumeit wo se tetelengka ma tenge makatelu o sowaten ne tetelengka walina makatelu keey. Situm waya em popokey carona wo maya mento toyo wo o maya. Sa mayaem kumesot ambale wo lesad ca u rona posoken ne papiaran wo sapakem nana makad e tou lumangkoy o posokena ko em pawayaannu.

Posok : Poso atau Pantangan


Se poso anio ca u makapute ung ngaran roong kapute roong an tayang. Poso maka untep ka sinouw e matua eng caka toro emaan ta sa u cita melali wentel, mange asi makatampa ang kapelian, mange tumawoy, mange ma uma, em pakasa tatar e matua ca u rona langkoyanta luminted ke cita awean ase kayobaan anio akad cita myatem. In tepe maka kelim si yo pa kiiten ila se nuwu loor matua andior wokakensaan se kayobaan anio pakua ila maka canggim situm sila yo mapake se pakua poso u nitu. Kapute eng tatandaan ne se tou mange pe ambisa makakeli waweanem turu e kayobaan eng caka toro maya wo kumapa sapa sapakem.

Awean si paka tandaan ne tinanem, em papiaraanta wo se tinandaan ni kayobaan. Eng lumebe mange asitu eng sisilenta se poso si sila eng mapalali wentel. Keli eng cakatoroan eng pa posoan sila si melali wentel. Sa kiit sama si wentel eng loor eng wee I apo ta ca kar wo keli poso sila kumiit eng papendangen in u nure wo. Sa ciit intepe sila si mabali wentel yana pakua I matua esa ke eng catoro langkoyen ila sapakem nitu sa si patik ang sangapulu nuwu e Amang Kasuruan Jesus. Sapakem sila se maka timboy yana eng kapilaan oka pute si tou ca u mananey. Eng kakopusna wo pemali-malina se owakna e eluran sama. Sa seren in tepe sila se maka timboy wentel pute oka kukuwa tou u Tumompaso ‘Panemberan’ oka eng keli eng paka turu turu na. Kelian tou u makiit Ormas wo Lsm intepe eng kukuwa ila Tuama tantu Minahasa maka kelim eng nindo na ma timboy maka penemberan o penombongan sila waya, eng situm cua I matua mindo ke si owakna esa.

Eng tou pawentelan in tepe em pelalin lalin ila maka kelim pakemun ila ase ilmu ang kesot eng caka kilaan ila yo mapute ato maweynam ase ilmu a cita, situm eng makakeli paposoan ila yo si kawutulan na. Sumapape se keli asila yo maka bayam  se caka toro ang kaka langkoy-langkoy em pa kiit pa timboy-timboyan ila.Kaserean ke sila si maka timboy se ilmu ang kesot ca u loor sila sa lingan ato serenta sila makua ca rona lumangkoy ang amiona pa weladan karey kumapa melali si wentel ca u loor yana ang pasomoyan ne tou. Sa u kiit siana si patimboyan ila ca u loor.

Sisil e matua kakeli em paposoan eng paka langkoyen ne tou maka keli si apo makatampa asi wentel em papalalinta makakeli makurang ato ca sea mange si apo tumintas, situm eng kataneyanta si tou malali yana myakala asi tempoke u nitu sia yo maka timboy eng kilaana asia pe. Makase ke sa u sia melali si wentel yana taan rona mekiampung wo eluren wareng ke si wentelna yana, wo kakereana se kapute andiorwo. Kapendamen ke mio si em palalin-lalinta sa u yo matena ato yo mamuali eng kamamualian wekarenem mange nana nampe ca wulinsuna mange ko kumapa ko matengkol. Sisil anio engtudana pakasa e tou malali wentel eng kapunyaan e Minahasa Tumompaso. Keleystu e pook.

Nyanyian Maramba


Ma’ramba, inilah suatu permainan untuk menguji kekuatan rumah yang baru, dan menurut kata orang tua-tua, juga untuk memperkokoh rumah itu.
Permainan ini biasanya saja hanya dilakukan oleh orang lelaki, akan tetapi ada kalanya wanita yang suka turut, mereka tersendiri dibelakang barisan lelaki. Seorang lelaki yang pandai dan mahir dalam nyanyian-nyanyian ini, ialah yang menjadi selaku TUNDUAN (Ma’tuud), bertempat dimuka, dituruti yang lain-lain dengan menumpangkan kedua belah tangannya diatas pundak temannya yang dimuka, berturut-turutan satu dengan yang lainnya.
Tiap kali Tunduan menyanyi nyanyian-nyanyian yang berarti memohonkan keslamatan/ kebahagiaan tuan rumah serta rumahnya yang baharu itu, disahut oleh kebanyakan orang yang turut, dengan menyanyi selalu prkataan-perkataan seperti yang ternyata dibawah ini, menurut ragamnya.
Sementara bernyanyi semua pemain bertindak sama-sama dua langkah ke kanan, dua langkah kekiri, terus menerus mengikuti langkah temannya yang dimuka menurut jalan yang ditujui oleh Tunduan.

Lagunya :
4/4
-             -     -      -                    -      -     -     -                 -      -    -      -     -   
3       3     3     3      2     3     2      1    1    1    2     3     2     1    1     1     2
Su ming  ki   ro   meh eh  se     ke  ke  yo  ma  eh  wa   li    mo  ki   ta.

Perkataan diatas ini menurut ragamnya, selalu dinyanyi oleh semua pengikut berulang-ulang, menyahut nyanyian dari Tunduan, yang mana ragamnya sama, hanya perkataannya menurut kehendak Tunduan.

Nyanyian-nyanyian dari Tunduan
1.    Sa paad un tu- o –madinga yo ma eh walimo kita.
2.    U leyong meka- eh –raaten yo ma eh walimo kita.
3.    U nasar un mba- eh –le weru yo ma eh walimo kita.
4.    U nasar ne mi- eh –na opo yo ma eh walimo kita.
5.    Itu kita ma- eh –tuari yo ma eh walimo kita.
6.    Weya weta ma- eh mamingkot yo ma eh walimo kita.
7.    Wo deme-deme’en un pepayos yo ma eh walimo kita.
8.    Wo mamingkot yow u- o – wuaten yo ma eh walimo kita.
9     Wo wangun near tu- o – madinga yo ma eh walimo kita.

10.  Wo laya near tu- o – madinga yo ma eh walimo kita.
Cat : Dilakukan Dalam Perayaan Naik Rumah Baru

Pepatah Minahasa

       1.         

Saru Lutu, Ansomoy Mata.
Saru = hadapan, lutu’ = masak, ansomoi = belakang, mata’ = mentah. Menjadi : suka menghadapi barang yang sudah masak, membelakangi yang masih mentah.
Artinya : suka bersenang senang atas hal-hal yang telah terlaksana, tetapi segan mengulurkan tangan untuk membangun atau kerja bersama.

Wuaya mendo posong, talo pakiko’an.

Wuaya = berani, mendo posong = sediakan tempat minum, talo = penakut, pakiko’an = memberikan minuman kepada sesame manusia. Menjadi : berani menyediakan tempat minum, takut apabila sesama manusia meminta minuman padanya.
Artinya : suka menerima saja, tetapi enggan memberi.

Tampanisi tumongko uwak.

Tampanisi = burung kecil yang bulunya kekuning-kuningan, tumongko = asal kata tongko = pagut ; uwak = burung tahun (taon). Menjadi : burung yang kecil memagut burung yang besar.
Artinya : orang yang kecil dan rendah kedudukannya, membinasakan orang yang besar dan tinggi kedudukannya.

Kumoto koto wo tandey tempang.

Kumoto, koto = duduk bersandarkan kaki, tandey = jagung(milu), tandey tempang = jagung yang luar biasa besarnya. Menjadi : duduk bersandarkan kaki , masakan boleh menuai jagung yang besar-besar.
Artinya : masakan boleh seorang yang malas dapat memetik hasil pekerjaan yang menyenangkan.

Ma’puri-purikitan peperaan.

Ma’purikit asal kata purikit = timbal balik, peperaan asal kata pera = kering, peperaan = tempat mengeringkan atau menjalai ikan, berganti timbale balik, sebentar diatas dan sebentar dibawah.
Artinya : hidup manusia tiada tentu; boleh menjadi kaya raya, dan sebentar boleh menjadi fakir miskin.

Niaweyan sangkole poopot.

Niaweiyan asal kata aweiy = panggul, memanggul. Sangkole = pundi-pundi, poopot = berlobang besar.
Artinya : mempunyai barang yang tak berharga sepeserpun atau bersangkutan dengan suatu pekerjaan yang hampa hasilnya.

Sipaar sumuleng langit.

Paar = ingin (suka), sumuleng asal kata suleng = menongkat. Menjadi : ingin menongkat langit.
Artinya : ingin menjadi orang kaya, ingin menjadi orang besar, atau ingin memegang kekuasaan.

Siminaalimi se’I pemangko kureh.

Minaalimi asal kata ali = bawa, minaalimi = membawa di…, pamangko asal kata wangko = besar, pamangko = membuat dan mengajak sesuatujadi lebih besar, kureh = tempat memasak nasi, lauk-pauk dll = belanga. Menjadi : membawa apa-apa akan membesarkan atau melebihi isi belanga yang maknanya harus masak nasi lebih dari hari-hari biasa atau makan lebih dari ukuran tiap-tiap hari.
Artinya : membawa suatu hal atau hasil pekerjaan juga menambahkan kegembiraan dan kesenangan rumah tangga.

Simeret londey ni Wulan-konda

Seret = menumpang, mengendarai, atau menaiki, londey = perahu, wulan =warna kuning emas, konda, endo = matahari, wulan-konda = gelaran gadis minahasa yang elok parasnya, cermat, rajin serta cekatan = bijaksana. Menjadi : mengendarai perahu dari wulan-konda.
Artinya : menjadi isteri yang bijaksana.

Saut sapun, muah saut sapun.

Saut = pisang, sapun = sejenis udang yang terdapat diair tawar ; muab = buah = berbuah. Menjadi : pisang sapun berbuah pisang sapun.
Artinya : orang pandai beranakan orang pandai, orang baik berasal dari ibu-bapak yang baik dan sebaliknya. Orang nakal beranakan anak yang nakal.